Anang berharap hal itu tidak dilakukan lagi. Ia mendesak agar hakim dan aparat penegak hukum bisa memilah mana penjahat narkotika yang sebenarnya dan mana yang menjadi korban perdagangan haram tersebut. Sehingga ketika melakukan upaya pencegahan bisa memahami bahwa penyalahguna bukan untuk diseret ke pengadilan dan dihukum penjara. Tapi penyalahguna atau pecandu dirawat ke tempat rehabilitas sehingga ia sembuh.
Hal ini pernah dilakukan Anang Iskandar saat dirinya masih aktif sebagai Kepala BNN. Saat itu Anang menangani kasus narkotika yang menimpa selebritis Raffi Ahmad. Saat Raffi tertangkap basah menggunakan narkotika, Anang tidak menghukum atau mengajukan Raffi ke pengadilan agar dihukum.
“Tapi waktu itu saya langsung mengirim Raffi ke tempat Rehabilitasi untuk menjalani terapi ketergantungan narkoba, hasilnya? Raffi Ahmad hingga sekarang telah bebas dari ancaman bahaya narkotika, meski waktu itu saya sempat di pra peradilan oleh pemgacaranya, namun sejak “hukuman” rehabilitasi saya lakukan Raffi benar-benar sembuh,” katanya.
Beda dengan sejumlah artis yang dijatuhi pidana penjara. Usai bebas dari penjara, polisi kembali menangkap sang artis tersebut karena kembali kedapatan menggunakan narkotika.
“Disitu bisa diambil pelajaran bahwa ternyata ia belum sembuh dari ketergantungan narkotika akibat salah dalam menerapkan hukuman,” katanya.
Contohnya banyak sekali artis yang beberapa kali tertangkap karena kembali menggunakan narkotika. Misalnya Ibra Azhari, Ammar Zoni.
Banyak hakim tidak memahami makna substansial dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pendekatan hakim memperlakukan terdakwa penyalahguna narkotika sebagai kejahatan pidana. Hakim lupa bahwa dalam UU Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 mewajibkan hakim memberikan hukuman rehabilitasi bukan pidana penjara.
“Karena penyalahguna narkoba atau pecandu yang menggunakan narkotika untuk dirinya sendiri sebenarnya adalah korban kejahatan narkotika. Ia terperdaya dan terkena bujuk rayu sehingga menggunakan narkotika. Korban narkotika seharusnya tidak dihukum,” kata Anang Iskandar.
Kepala BNN 2012-2015 ini meminta hakim mempelajari dan memahami lebih susbtansial perintah dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Telah diatur dengan tegas di dalam Pasal 103 Ayat (1) dimana pasal ini memberikan pedoman bagi hakim dalam putusan vonisnya untuk wajib menempatkan pecandu Narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi.
“Jelas dipasal 103 diatur bahwa hakim diberikan pedoman untuk menempatkan pecandu Narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi terbukti atau tidaknya dalam persidangan,” tegas Anang Iskandar.