Agus menjelaskan, Aiptu FN adalah tangan kedua yang memiliki mobil tersebut. Ia sebelumnya membeli dari seseorang warga Lubuklinggau dengan cara take over. Hanya saja, Agus mengakui bahwa proses take over tersebut tidak dilakukan secara administrasi fidusia sehingga terjadi tunggakan.
“Dia hanya ketemu (pemilik mobil pertama) di Lubuklinggau kemudian over kredit, tapi pribadi tidak melalui administrasi fidusia,” ujar dia.
Sementara, terkait kredit macet pembayaran mobil tersebut akan ditindaklanjuti oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus. Namun pihak kepolisian tidak membenarkan perusahaan pembiayaan yang masih menggunakan pihak ketiga yakni debt collector untuk menagih tunggahan cicilan.
Sebab, dalam aturan hukum, permasalahan penjaminan harus diselesaikan melalui eksekusi pengadilan. Hal tersebut berdasarkan keputusan MK 2019 Nomor 2, yakni apabila terjadi wanprestasi terhadap jalannya pembayaran kredit dari segala kendaraan bermotor, maka debt collector boleh menyampaikan secara persuasif, dan tidak arogan.
Dan, apabila debitur tidak menyerahkan, bisa mengajukan eksekusi ke Pengadilan. (tim)