Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Salim Segaf Al Jufri saat menghadiri acara GNPF. (sumber foto: kumparan.com)
EDITOR.ID, Jakarta,- Semakin menguatnya nama Agus Harimurti Yudhoyono sebagai calon pendamping Prabowo Subianto pada Pemilihan Presiden 2019 membuat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ketar-ketir dan galau. Kans PKS untuk memasangkan Habib Salim Segaf Al Jufry sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo, kian jauh dari harapan.
Meski jajaran elit bawah koalisi di poros Prabowo Subianto sedang menjajaki dan membahas cawapres, namun suara-suara di kalangan politisi yakin AHY lah calon yang akan berduet dengan Prabowo.
“Empat partai terus menjalin komunikasi intensif dan memang benar pembahasan masih sangat alot serta belum menemukan kata sepakat mengenai calon yang akan diusung, namun dugaan saya sosok itu sebenarnya sudah final,” ujar sumber petinggi salah satu parpol koalisi pendukung Prabowo.
Belum pastinya salah satu kader PKS untuk dipilih menjadi cawapres mendampingi Prabowo di Pilpres 2019 mendatang benar-benar membuat PKS geram. PKS meminta Prabowo serius untuk berkomitmen mengusung kader PKS sebagai cawapres.
PKS menebar ancaman akan menarik diri dari koalisi poros Prabowo Subianto. Ini dilakukan jika koalisi tak memilih kader PKS jadi calon wakil presiden.
“Itu salah satu opsi (abstain) yang mungkin diambil kalau memang situasinya tidak memungkinan,” kata Direktur Pencapresan DPP PKS Suhud Aliyuddin saat dihubungi wartawan, Rabu (1/8/2018)
Adapun Ijtima Ulama merekomendasikan dua opsi Capres-Cawapres yakni pasangan Prabowo-Salim Segaf Al Jufri atau Prabowo-Ustaz Abdul Somad. Menurutnya kepastian arah politik PKS di Pilpres bergantung pada siapa Cawapres yang dipilih nantinya.
“Iya jadi posisi kami menunggu apa keputusan Pak Prabowo. Mungkin koalisi bisa tetap berjalan. Jika tidak ya mungkin ada pembicaraan,” katanya.
Keputusan abstain atau tidak, kata Suhud, tergantung pembahasan di DPP dan Majelis Syuro partai. Pembahasan abstain diambil jika Prabowo tak menarik kader PKS menjadi kadernya.
“Kira-kira sikap resmi PKS itu seperti apa ketika ada nama lain yang diusulkan,” katanya.
Oleh karena itu menurut Suhud, PKS masih membuka opsi untuk Abstain di 2019. Sama seperti Partai Demokrat 2014 lalu, ada kemungkinan PKS tidak mendukung poros Jokowi dan Poros Prabowo.
PKS sendiri sejatinya memberi waktu kepada Prabowo untuk menentukan pilihannya 30 Juli lalu. Namun, karena ada putusan hasil rekomendasi ijtima ulama, PKS memberi waktu Prabowo mempertimbangkannya.
Ia mengatakan PKS akan terus memperjuangkan agar sembilan kadernya untuk diterima dalam koalisi. Apalagi 1 dari 9 kader yang diusung masuk dalam rekomendasi cawapres yang diputus dalam rekomendasi ijtima ulama 212 atau Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama ( GNPF-Ulama)
“Bukan mentok sih ya tapi belum ada kesamaan sikap dan pandangan, belum ada kesepahaman. Itu kan perlu waktu untuk bisa menentukan. Belum mentok, tapi masih proses pembahasan,” ujar Suhud Alynudin.
Ada dua alasan kenapa PKS begitu ngotot kadernya jadi cawapres Prabowo. Pertama, Gerindra dan PKS menjadi dua partai utama pendukung Prabowo. Komunikasi dan kerja sama Gerindra-PKS sudah terjadi sejak lama dan terjalin kesepahaman antara dua partai.
“Karena backbone koalisi ini adalah PKS Gerindra, proses komunikasi politik antara PKS-Gerindra sudah cukup panjang dan sudah cukup mengerti,” terangnya.
Alasan kedua, sudah ada kesepakatan antara Gerindra dan PKS terkait paket capres-cawapres. Kesepakatan yang dimaksud adalah posisi capres diisi oleh Gerindra, sedangkan cawapres jatah PKS.
PKS mengingatkan soal kesepakatan politik yang sudah dibangun sejak lama antara Gerindra dan PKS terkait calon wakil presiden.
“PKS-Gerindra itu ada kesepakatan antara Pak Prabowo dan Pak Salim Segaf bahwa Presiden itu dari Gerindra yaitu Pak Prabowo, dan wakil dari PKS,†kata Suhud.
“Iya. Apalagi ada ijtima ulama yang sejalan dengan usulan dan keputusan dari Majelis Syuro. Rekomendasi ijtima ulama itu yang merekomendasikan Pak Segaf Al-Jufri dan ustaz Abdul Somad untuk masuk bursa cawapres,” sambungnya.
Pihaknya meminta Prabowo memperhatikan dengan serius usulan ijtima ulama GNPF. PKS memperingatkan Prabowo agar tidak blunder dalam mengambil keputusan terkait cawapres.
Gonjang-ganjing seputar ketidakpastian cawapres Prabowo ini memang semakin menguat menyusul bergabungnya Partai Demokrat dalam koalisi Partai Gerindra.
PKS yang sudah lama menjalin koalisi dengan Gerindra belum juga diberi kepastian siapa kader mereka yang bakal dipilih sebagai cawapres, padahal PKS sudah menawarkan sembilan pilihan alternatif.
Seperti diketahui, Majelis Syuro PKS memang telah menyiapkan sembilan nama kader internal mereka untuk menjadi cawapres mendampingi Prabowo. Kesembilan nama tersebut adalah Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Fungsionaris PKS M. Anis Matta, Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno, Presiden PKS Muhammad Sohibul Iman, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri, Anggota DPR Tifatul Sembiring, Anggota DPR Al Muzammil Yusuf MS, dan Anggota DPR Mardani Ali Sera.
Sebelumnya, Gerindra juga sudah menyatakan bakal memilih kader PKS sebagai cawapres mereka. Hal tersebut sudah dikatakan langsung oleh Ketua Umum DPP Partai Gerindra Ferry Juliantono sejak awal Mei lalu.
Namun, entah mengapa sampai sekarang, Gerindra belum juga mau menyebutkan siapa kader PKS yang bakal dipilih oleh Gerindra sebagai cawapres. Padahal, baik PKS maupun Gerindra sudah supakat untuk mengumuman nama tersebut setelah bulan ramadan lalu.
Hal ini kemudian membuat PKS cukup geram. PKS bahkan mengancam akan abstain jika Prabowo dan Gerindra tidak memilih kader PKS sebagai cawapresnya. (tim)