Ahmad Heryawan (Foto: Seruji.co.id)
EDITOR.ID, Bandung,- Baru saja lengser dari jabatannya, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan sudah harus tersangkut kasus hukum. Salah satu kandidat Calon Presiden dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini diadukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ahmad Heryawan dilaporkan ke KPK dengan tudingan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan deposito yang dimiliki pemerintah Jawa Barat.
Elemen yang melaporkan Ahmad Heryawan adalah Beyond Anti Corruption dan Perkumpulan Inisiatif. Kedua lembaga tersebut menemukan adanya kejanggalan besaran nilai deposito dan nilai bunga yang diperoleh Pemprov Jabar pada periode 2016 dan 2017.
Ketua BAC Dedi Haryadi mengatakan, pihaknya bersama Perkumpulan Inisiatif melaporkan masalah temuan deposito janggal ini ke KPK pada 31 Mei 2018.
Studi yang dilakukan menggunakan data laporan keuangan Pemprov kepada Kementerian Keuangan. Pada 2016 rata-rata deposito simpanan di Bank Jawa Barat Banten (BJB ) sebesar Rp 3,75 triliun per bulan.
“Penyimpananan deposito terbesar tercatat pada Juli yaitu sebesar Rp 6,7 triliun,” kata Dedi lewat siaran pers, Senin, (11/6/2018)
Sementara pada 2017, besaran rata-rata deposito yang disimpan oleh Pemprov Jabar sebesar Rp 3,97 triliun per bulan. Penyimpanan jumlah deposito terbesar pada Mei sebesar Rp 6,8 triliun.
Menurut Sekjen Inisiatif, Donny Setiawan, dari hasil temuan studi itu Ahmad Heryawan alias Aher diduga telah melakukan kebohongan publik. ‘Karena selama ini Aher mengklaim jumlah deposito Pemprov Jabar perbulan hanya berkisar antara Rp 1,5- 2 triliun saja,” katanya.
Lebih lanjut, Donny menyatakan selama ini Pemprov mengaku uang yang didepositokan hanya berupa sisa anggaran saja. Studi dua lembaga itu menyanggahnya.
Praktek penyimpanan deposito oleh Pemerintah Daerah diperbolehkan oleh Peraturan Menteri Keuangan No.53/PMK.05/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan No.3/PMK.05/2014 tentang Penempatan Uang Negara Pada Bank Umum.
Namun untuk kasus Jawa Barat, kedua lembaga mengendus adanya kejanggalan. Indikasinya terlihat dari besaran bunga yang diperoleh Pemprov Jabar.
Studi memperlihatkan Pemprov Jabar memperoleh bunga senilai Rp 1,035 triliun pada 2017. Berdasarkan hitungan BAC dan Inisiatif dengan menggunakan tingkat suku bunga pasaran sebesar 0,5 persen per bulan,
seharusnya nilai bunga yang diperoleh Rp 190,4 miliar.
“Artinya ada selisih sekitar Rp 844,6 miliar akibat perbedaan nilai suku bunga,” kata Dedi Haryadi.
Dia menyebutkan Pemprov Jabar mendapatkan tingkat suku bunga yang sangat tinggi untuk deposito yang disimpan.
Hasil perhitungan menunjukkan suku bunga yang diterima Pemprov Jabar berkisar 2,75 persen per bulan, atau lebih dari lima kali lipat suku bunga pasaran.
Pemberian tingkat bunga yang tidak wajar inilah yang dipertanyakan oleh BAC dan Inisiatif.
Selain itu kedua lembaga menduga pemberian bunga yang tinggi ini rawan dengan praktik gratifikasi, suap, kick back, dan lain sebagainya. Terlebih lagi, dana Pemprov ini disimpan di Bank BJB, di mana Pemprov Jabar merupakan salah satu shareholder-nya.
“Sehingga potensi adanya konflik kepentingan cukup kuat terjadi di kasus ini,” kata Dedi sebagaimana dilansir dari Tempo.co. Karena itu mereka meminta KPK menyelidiki lebih jauh kasus ini.
Terkait alasan dibalik penyebutan jabatan Gubernur secara khusus dalam kasus ini, tidak terlepas dari pentingnya peran Gubernur dalam proses penyimpanan deposito Pemprov. Permenkeu No.53/PMK.05/2017 secara jelas menyebutkan , Kepala Daerah memiliki peranan dalam menentukan besaran nominal deposito, jangka waktu beserta bank yang ditunjuk.
Oleh karena itu, Gubernur merupakan salah satu pihak yang bertanggung jawab bila ada pelanggaran hukum dalam pengelolaan deposito di Provinsi Jawa Barat.
Ahmad Heryawan menampik tudingan soal kejanggalan deposito pemerintah provinsi Jawa Barat yang dituduhkan oleh Beyond Anticorupsion (BAC) dan Perkumpulan Inisiatif.
“Yang jelas itu salah arah karena deposito itu sesuai dengan perundang-undangan yang ada. Bunga deposito masuk ke kas daerah, tidak ada penyimpangan apapun,†kata dia di Bandung, Rabu (13/6/2018).