EDITOR.ID, Jakarta,- Harapannya ingin mendapatkan keringanan hukuman atau bebas. Namun yang terjadi mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo yang divonis PN Tipikor selama 5 tahun penjara, saat mengajukan banding, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru menambah hukuman penjara menjadi 9 tahun.
Edhy Prabowo mengajukan banding ke PT DKI usai divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor dalam perkara dugaan suap pengurusan izin ekspor benih bening lobster atau benur.
Namun PT DKI menjatuhkan hukuman 9 tahun pidana penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Edhy Prabowo.
Hukuman itu lebih berat empat tahun dibanding putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang sebelumnya menghukum Edhy Prabowo 5 tahun pidana penjara.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa (Edhy) dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp 400 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” demikian bunyi amar putusan PT DKI yang dikutip Kamis (11/11/2021).
Selain pidana pokok, PT DKI juga menjatuhkan pidana tambahan terhadap Edhy berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp 9,6 miliar dan USD 77 ribu dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan oleh Edhy Prabowo.
Uang pengganti itu harus dibayar Edhy dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayar dalam rentang waktu tersebut, maka harta benda Edhy akan disita dan dilelang oleh jaksa unuk menutupi kekurangan uang pengganti.
Jika harta bendanya tak cukup, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.
Tak hanya itu uang pengganti, majelis hakim PT DKI juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun sejak Edhy selesai menjalani pidana pokok.
Diberitakan, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 5 tahun pidana penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Edhy Prabowo.
Selain pidana penjara dan denda, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan terhadap Edhy berupa kewajiban membayar uang pengganti Rp 9.687.447.219 dan uang sejumlah US$ 77.000 dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan.
Apabila uang pengganti tidak dibayar sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta benda Edhy akan disita untuk menutupi uang pengganti.
Apabila harta benda tidak cukup untuk membayar uang pengganti, maka Edhy harus dihukum pidana badan selama dua tahun.
Tak hanya itu, Majelis Hakim juga memutuskan mencabut hak politik Edhy selama tiga tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.
Majelis hakim menyatakan Edhy terbukti menerima suap US$ 77 ribu dan Rp 24.625.587.250 untuk mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bening lobster atau benur kepada PT DPPP dan para eksportir benur lainnya. (tim)