EDITOR.ID – Jakarta, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Jokowi Mania (DPP JoMan) Akhmad Gojali Harahap, melihat penolakan terhadap Ibu Kota Negara (IKN) hanyalah sebagian kecil yang selama ini juga berseberangan dengan pemerintah sekaligus orang-orang yang kecewa terhadap hasil pilpres 2019 lalu, karena mereka mendukung calon lain.
“Padahal seruruh proses menuju pemindahan sudah dilakukan oleh pemerintah dan DPR sampai keluar UU. Maka, menerima dan melaksanakannya adalah menjadi keharusan. Karena, UU tersebut mengikat, termasuk pemerintahan setelah Jokowi nanti,? kata Gojali dalam keterangan yang diterima Editor, Senin (07/02).
?Selama ini, kok tidak protes, setelah disyahkan kok malah protes. PKS yang sejak dari awal ikut dalam semua proses di DPR, ada notulennya, tiba-tiba setelah disyahkan baru protes. Kan lucu bin aneh,? lanjutnya.
Menurutnya, secara umum, ada beberapa faktor kenapa mereka, menolak pemindahan Ibu Kota Negara (IKN).
Pertama, mereka lupa sejarah atau melupakan sejarah, bahwa, tahun 1957 oleh Presiden Soekarno sudah menggagas pemindahan ibu kota ke Palangkaraya. Kemudian, pada tahun 1997 presiden Soeharto mengeluarkan Kepres Nomor 1 tahun 1997 tentang kordinasi pengembangan kawasan Jonggol sebagai kota mandiri yang dimaksudkan untuk pusat pemerintahan.
Lalu, tahun 2013 Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyodorkan skenario, mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota dibangun benar-benar atau memindahkan pusat pemerintahan keluar dari Jakarta. Terakhir, pada 2019 Presiden Jokowi mengumumkan untuk memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan. Prosesnya sudah lama dan tidak “ujug-ujug”.
Kedua, mereka adalah kelompok yang iri hati terhadap kesuksesan Jokowi memimpin republik ini. Mereka tidak akan senang kalau Jokowi sukses dan meninggalkan legacy yang baik untuk dikenang oleh rakyat Indonesia di masa yang akan datang.
Mereka ini adalah kelompok-kelompok yang tidak memilih Jokowi di pilpres yang lalu. Jadi, sampai sekarang belum move on.
Ketiga, mereka yang tidak siap berkompetisi. Karena, Presiden Jokowi sudah menjelaskan secara baik bahwa pemindahan ibu kota bukan hanya soal fisik, tetapi untuk memulai peradaban baru dengan membangun kota yang smart dan modern.
Gojali yang juga aktivis 98 mengatakan, selama ini banyak orang mengeluh, “mumet” bahkan stres menghadapi kacaunya lalu lintas Jakarta.
Soal banjir yang terus-menerus tidak tertangani. Lalu, udara di Jakarta yang semakin kotor. Bahkan terkotor di dunia setelah Lahore, Pakistan versi US Air Quality Index (AQI US).
Ditambah dengan kepadatan penduduk yang sulit diatasi. “Maka pilihan yang tepat tentu memindahkan ibu kota. Saat ini, tidak ada jalan lain”, tandas Akhmad Gojali.
Sekarang saja Jakarta sudah begitu, apalagi sepuluh atau dua puluh tahun lagi.
Gojali meminta semua pihak untuk memakai kacamata yang jauh ke depan dengan berbagai perspektif, bukan dengan kacamata kuda. Agar pemindahan ibu kota bejalan sukses.
Karena, kata Gojali, susksesnya pemindahan ibu kota merupakan kesuksesan bangsa Indonesia secara keseluruhan.