EDITOR.ID, Jakarta,- Apes bener nasib si Advokat yang satu ini. Saat menikmati jalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan, ia tiba-tiba dijemput petugas Kejaksaan Agung dan dibawa ke gedung bundar.
Kejadiannya pada Selasa (30/11/2021), pukul 20.00 WIB. Sang pengacara yang diketahui bernama Didit Wijayanto Wijaya ini kemudian dibawa ke Gedung Bundar JAM-Pidsus.
Didit kemudian diperiksa hingga Rabu dini hari oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung)
Setelah diperiksa selama 7 jam di dalam gedung bundar, penyidik langsung menetapkan Didit Wijayanto Wijaya sebagai tersangka.
Didit disangkakan terkait perkara dugaan pidana korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) tahun 2013-2019.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi LPEI, petugas langsung membawa Didit Wijayanto Wijaya dari Gedung Bundar menuju mobil tahanan kejaksaan, Rabu dini hari (1/12/2021).
Sekitar pukul 00.24 WIB, tersangka keluar dari Gedung Bundar JAM-Pidsus menggunakan rompi tahanan Kejagung berwarna merah muda, langsung digiring ke mobil tahanan untuk dibawa ke Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung guna penahanan selama 20 hari.
Tersangka selaku advokat/penasehat hukum yang bertindak atas nama pemberi kuasa tujuh orang saksi yang telah ditetapkan sebagai tersangka terlebih dahulu pada 2 November 2021.
“Tersangka telah mempengaruhi dan mengajari tujuh orang saksi tersebut untuk menolak memberikan keterangan sebagai saksi dengan alasan yang tidak dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dikutip dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (1/12/2021).
Perbuatan tersangka, kata Leonard, telah menyulitkan penanganan dan penyelesaian penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI yang masih ditangani oleh Tim Penyidik Satgassus P3TPK pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Tersangka Didit bersama tujuh tersangka lainnya di-tersangka-kan dengan sangkaan setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau merintangi secara langsung atau tidak langsung terkait penyidikan tindak pidana korupsi.
Didit mempengaruhi saksi agar dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar sebagai saksi dalam perkara penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI.
Tim Penyidik telah menemukan cukup bukti adanya peran Didit sebagai kuasa hukum para saksi yang dengan sengaja mempengaruhi dan mengajak para saksi tersebut untuk menghalangi atau merintangi secara langsung atau tidak langsung terkait penyidikan tindak pidana korupsi.
Sebelum ditangkap dan dilakukan penahanan, tersangka Didit telah dipanggil secara patut sebagai saksi sebanyak dua kali yaitu tanggal 26 November 2021, namun tidak menghadiri panggilan.
Tim Penyidik memanggil sekali lagi tanggal 30 November 2021 namun yang bersangkutan tidak juga hadir dengan alasan meminta pengunduran waktu pemeriksaan dan beralasan tidak dapat dituntut karena sedang menjalankan tugas sebagai advokat.
Selanjutnya, Direktur Penyidikan mengeluarkan surat perintah untuk membawa saksi sebagaimana ketentuan Pasal 112 ayat (2) KUHAP berdasarkan Surat Perintah Membawa Saksi Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor:Print-01/F.2/Fd.2/11/2021 tanggal 30 November 2021.
“Tim Penyidik menemukan saksi di salah satu mall yang berada di Jakarta Selatan pada pukul 20.00 WIB yang telah dipantau sejak siang hari,” kata Leonard.
Tersangka Didit dijerat dengan Pasal 21 atau Pasal 22 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Didit Bukan Tersangka di Pokok Perkara
Didit bersama tujuh tersangka lainnya bukanlah tersangka dalam perkara pokok dugaan korupsi LPEI.
Ketujuh tersangka termasuk Didit, jadi tersangka karena tidak kooperatif dan menghalang-halangi jalannya proses penyidikan, karena tidak mau memberikan keterangan Aktor Intelektual.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan JAM-Pidsus Supardi mengatakan pihaknya memburu aktor intelektual yang mempengaruhi para saksi tidak mau memberikan keterangan.
Keterangan para saksi dibutuhkan untuk membuat terang tindak pidana dugaan korupsi untuk menentukan para tersangka LPEI.
Supardi menyebut, korupsi di lembaga yang kini bernama Indonesia Eximbank ini terbagi menjadi beberapa klaster.
Di awal penyidikan, setidaknya ada sembilan debitur yang menerima fasilitas pembiayaan dari LPEI.
Mereka adalah Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Uam, Group Arkha, PT Cipta Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera, PT Kemilau Harapan Prima, dan PT Kemilau Kemas Timur.
Penyelenggaraan pembiayaan ekspor ke sembilan debitur diduga dilakukan LPEI tanpa melalui tata kelola yang baik.
Ini berdampak pada meningkatnya kredit macet atau “non performing loan” (NPL) sebesar 23,39 persen.
Padahal berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LEPI mengalami kerugian sebesar Rp4,7 triliun. (tim)