Jakarta, EDITOR.ID,– Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dibawah komando Ivan Yustiavandana mencetak rekor transparansi. Lembaga ini kembali berhasil mengungkap transaksi harta tak wajar di kalangan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Berdasarkan laporan PPATK terindikasi ada 964 pegawai Kemenkeu yang diduga memiliki harta kekayaan banyak tapi diperoleh dengan cara-cara tak wajar. Laporan itu dibuat PPATK sejak tahun 2007 hingga 2023.
Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada wartawan membeberkan bahwa dari 964 ASN yang dicurigai, Kemenkeu juga telah menindaklanjutinya dengan melakukan pengumpulan bukti atas 86 laporan dan melakukan audit investigasi terhadap 126 kasus.
Dari 126 kasus, telah membawa 16 kasus ke pengadilan terkait ASN yang melakukan praktek culas dalam melaksanakan tugasnya.
“Dari 126 kasus yang layak untuk dilimpahkan ke pengadilan ada 16 kasus. Oknum pegawai berharta tak wajar langsung diadili ke aparatur penegakan hukum. Mereka adalah ASN di Kemenkeu yang memang terbukti melakukan praktek culas,” ujar Menkeu Sri Mulyani saat konferensi pers di Jakarta, Sabtu (3/11/2023).
Sri Mulyani memastikan menindak tegas jika memang terbukti ada ASN di Kemenkeu yang terlibat dalam transaksi mencurigakan tersebut.
Bahkan Kemenkeu mengklaim juga telah mengeluarkan rekomendasi hukuman disiplin yang diberikan terhadap 352 ASN di jajaran Kemenkeu atas pelanggaran yang mereka lakukan selama bekerja sebagai ASN di Kemenkeu.
Sri Mulyani juga menjelaskan, bagi ASN di Kemenkeu yang terbukti melanggar aturan yang berlaku maka hukuman yang bersangkutan telah ditetapkan mendapatkan hukuman disiplin sesuai Undang-undang Aparat Sipil Negara no. 5 tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah no. 94 tahun 2021 mengenai disiplin ASN.
“Di mana hukuman terberat berdasarkan peraturan tersebut adalah penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatan pelaksana selama 12 bulan, serta pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri,” tegas Sri Mulyani.
Namun dari sekian surat laporan dari PPATK menurut pengakuan Sri Mulyani, tidak semuanya bisa ditindaklanjuti. Diantaranya karena faktor pensiun.
“Ada surat dari PPATK yang memang tidak bisa ditindaklanjuti karena pegawai yang bersangkutan sudah meninggal dunia, sudah pensiun, atau ternyata memang tidak ditemukan bukti-bukti melakukan pelanggaran, atau lebih lanjut ternyata yang bersangkutan menyangkut pegawai yang bukan pegawai di Kemenkeu,” papar Bu Sri.