Kemudian Abadi memberikan solusi untuk memperbaiki manajemen BPJS Kesehatan. Di antaranya perbaikan tata kelola dan manajemen pelayanan, termasuk obat-obatan, serta menuntaskan perbaikan data atau data cleansing. Ini bertujuan untuk mengatasi defisit keuangan penyelenggaraan program jaminan kesehatan.
Yang harus dibenahi terlebih dahulu adalah data penerima BPJS. Ia meminta pemerintah agar memerhatikan peserta BPJS.
“Jangan-jangan selama ini salah sasaran, karena jumlah rakyat miskin saat ini 10 persen atau sekitar 26 juta orang, kalau lebih dari 26 juta orang, berarti salah sasaran,” tuturnya.
Pihaknya meminta data cleansing dari Kementerian Sosial dan Dukcapil harus benar-benar divalidasi. Sehingga bisa dipastikan yang mendapat Penerima Bantuan Iuran (PBI) tersebut adalah benar-benar orang yang berhak.
Lebih lanjut Abadi mengatakan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan harus diikuti dengan peningkatan kualitas layanan di fasilitas kesehatan (Faskes). Selain itu, pasien BPJS juga tidak boleh dipersulit lagi dalam mendapatkan hak pengobatan atau pelayanan yang memadai di semua jenjang Faskes.
“Harus sejalan dengan peningkatan kualitas layanan, jangan sampai ada lagi kasus pasien antri, dan mendapat perlakuan diskriminasi, apalagi ditolak dengan alasan rumah sakit penuh,†paparnya.
Abadi meminta pemerintah melakukan evaluasi terhadap kinerja BPJS Kesehatan terkait rendahnya kolektibilitas peserta. Karena sejauh ini masih ada sekitar 20 persen lebih masyarakat kita yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.
Sinkronisasi regulasi terkait BPJS Kesehatan, lanjut Putih, juga perlu dilakukan. “Jangan sampai pemerintah justru mencederai hati rakyat dengan aturan terkait peningkatan tunjangan Direksi BPJS Kesehatan, padahal kondisi keuangannya defisit yang mana salah satu penyebabnya kerena kinerja BPJS Kesehatan yang belum optimal,†ujarnya.
Seperti diketahui, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sudah ditentukan. Penetapan besaran iuran baru tinggal menunggu penerbitan peraturan presiden (perpres) yang nantinya akan ditandatangani oleh Presiden Jokowi.
Besaran iuran BPJS Kesehatan sama seperti yang diumumkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada rapat gabungan antara Komisi IX DPR RI dengan Komisi XI kemarin.
Iuran BPJS Kesehatan yang diusulkan Menteri Keuangan adalah untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan non PBI kelas 3 sebesar Rp 42.000 per bulan per jiwa.
Sedangkan kelas 2 sebesar Rp 110.000 per bulan per jiwa, dan kelas 1 sebesar Rp 160.000 per bulan per jiwa. Kebijakan kenaikan iuran diharapkan bisa menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan yang berpotensi sampai Rp 32,84 triliun hingga akhir 2019.