EDITOR.ID – Pada pertemuan Menteri Luar Negeri (Menlu) dari negara-negara G20 minggu lalu di Bali, Presiden Rusia Vladimir Putin mengancam akan adanya eskalasi lebih lanjut terhadap Ukraina. Ia mengumumkan bahwa “pada dasarnya, kami belum memulai apa-apaâ€.
Maksud dari pernyataan Putin terjawab oleh serangan rudal Rusia yang menghantam sebuah gedung apartemen di Chasiv Yar di wilayah Donetsk, Ukraina, menewaskan 33 orang. Gempuran senjata dilanjutkan dengan serangan membabi buta di Kharkiv, wilayah Ukraina utara, dan Mykolaiv, wilayah bagian selatan.
Terlepas dari peristiwa tersebut, pertemuan antar Menlu yang diselenggarakan pada tanggal 7 dan 8 Juli tersebut menjadi momen pertama kali bagi Menlu Rusia dan Cina untuk saling bertatap muka dengan Menlu negara-negara barat, terhitung sejak dimulainya invasi Rusia terhadap Ukraina pada Februari.
Pertemuan tingkat tinggi antar Menlu ini dilakukan setelah para pemimpin negara-negara barat beberapa kali bertemu menyusul terjadinya invasi Rusia – termasuk dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Jerman dan NATO di Spanyol akhir Juni lalu, pertemuan virtual dengan para pemimpin negara BRICS (Brazil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan), dan konferensi negara-negara Quad (AS, Australia, India, dan Jepang) sebulan sebelumnya.
Delegasi yang menghadiri pertemuan-pertemuan tersebut mungkin saja berbeda dari perwakilan yang datang di pertemuan Menlu G20, tetapi agenda pembahasannya sangat mirip: perang di Ukraina, serta krisis pangan dan energi global yang makin hari makin memburuk.
Namun, tidak seperti konferensi Menlu pada G20 di Italia tahun 2021, tahun ini tidak ada keputusan konkret yang dihasilkan oleh para punggawa kebijakan luar negeri ini.
Pada Juni tahun lalu, konferensi Menlu G2O menyepakati Deklarasi Matera tentang ketahanan pangan dan, dalam konferensi luar biasa pada Oktober 2021, mencapai konsensus tentang pendekatan terhadap krisis di Afghanistan.
Tahun ini, perang Ukraina telah berdampak pada perpecahan antar negara, sehingga konferensi Menlu G20 kemarin tidak menghasilkan komunike bersama (joint communique) apapun seperti yang biasa dihasilkan dalam rangkaian KTT G20 lain.
Memang tidak banyak yang bisa diharapkan dari pertemuan antar Menlu tersebut. Para Menlu negara G7 tidak menghadiri undangan penyambutan informal dari Menlu Retno Marsudi pada hari Kamis. Mereka ingin menegaskan bahwa dengan kehadiran Rusia, konferensi tersebut bukanlah “bisnis seperti biasaâ€. Namun, mereka tetap berpartisipasi dalam seluruh rangkaian agenda formal karena tidak mau memberikan panggung untuk Rusia.