EDITOR.ID, Jakarta,- Pegiat media sosial, Yusuf Muhammad mendesak Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) jangan sekadar menyebut ciri-ciri penceramah Radikal. Kalau memang ada penceramah model begitu, Yusuf mendesak penceramah yang terafiliasi dengan kadrun harus langsung ditegur.
Ia mengatakan hal ini saat merespons berita soal BNPT yang mengeluarkan sejumlah ciri penceramah radikal sebagaimana sempat disinggung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
?Biarkan para bandit-bandit berkedok agama yangg menjadi penyusup kelonjotan mengetahui rilis dari BNPTRI,? kata Yusuf Muhamamd melalui akun Twitter pribadinya pada Minggu, 6 Maret 2022.
?Jika ada ceramah yang terafiliasi kadrun, langsung saja ditegur. Kalau mau ribut ya ribut sekalian. Mereka sudah gak bisa dibiarkan,? sambungnya.
Dilansir dari CNN Indonesia, BNPT sebelumnya mengeluarkan sejumlah ciri penceramah radikal sebagaimana sempat disinggung oleh Presiden Jokowi dalam rapat pimpinan TNI-Polri pada Selasa, 1 Maret 2022.
Sebagaimana diketahui, Jokowi dalam acara itu meminta agar istri dari aparat TNI-Polri tak asal mengundang penceramah yang ternyata berpaham radikal.
Direktur Pencegahan BNPT, Ahmad Nurwakhid mengaku bahwa sejak awal, BNPT memang telah menegaskan persoalan radikalisme harus menjadi perhatian sejak dini.
?Karena sejatinya radikalisme adalah paham yang menjiwai aksi terorisme,? kata Nurwakhid pada Sabtu, 5 Maret 2022.
Nurwakhid menyebutkan bahwa radikalisme merupakan sebuah proses tahapan menuju terorisme. Upaya tersebut, katanya, dilakukan dengan memanipulasi dan mempolitisasi agama.
Ia juga menyebut peringatan yang disampaikan oleh Jokowi tersebut harus ditanggapi serius seluruh Kementerian, lembaga pemerintahan, dan masyarakat.
Menurutnya, penceramah radikal dapat terdeteksi melalui beberapa indikator yang tergambar dari isi materi yang disampaikan.
Pertama, katanya, penceramah itu mengajarkan anti-Pancasila dan pro terhadap ideologi khilafah atau yang ingin mendirikan negara Islam.
Kemudian, lanjutnya, penceramah itu biasanya mengajarkan paham takfiri atau mengafirkan pihak lain yang berbeda paham ataupun agama.
Ketiga, mereka menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah.
?Dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks,? jelas Nurwakhid.
Keempat, lanjutnya, para penceramah radikal itu memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungannya. Mereka dinilai bersikap intoleransi terhadap perbedaan.
Terakhir, kata Nurwakhid, mereka biasanya berpandangan anti budaya atau kearifan lokal keagamaan.
Nurwakhid lantas meminta agar masyarakat tak mencirikan penceramah dengan hanya pada berpatok pada penampilannya.
?Tetapi isi ceramah dan cara pandang mereka dalam melihat persoalan keagamaan yang selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan dan keragaman,? jelasnya.
Nurwakhid mengatakan bahwa kelompok radikal bertujuan untuk menghancurkan Indonesia melalui berbagai strategi dan doktrin yang ditanamkan ke tengah masyarakat.
Biasanya, menurut dia, kelompok radikal melakukan strategi dengan menghilangkan dan menyesatkan sejarah bangsa Indonesia lalu menghancurkan budaya lokal hingga mengadu domba anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan isu SARA.
BNPT beranggapan bahwa cara itu dilakukan untuk membenturkan agama dengan nasionalisme dan kebudayaan luhur bangsa.
?Inilah yang harus menjadi kewaspadaan kita bersama dan sejak awal untuk memutus penyebaran infiltrasi radikalisme ini salah satunya adalah jangan asal pilih undang penceramah radikal ke ruang-ruang edukasi keagamaan masyarakat,? kata Nurwakhid. (tim)