Anak Gunung Krakatau di Selat Sunda, Lampung, tercatat mengeluarkan letusan hingga 576 kali hingga Sabtu (18/8). (ANTARA FOTO/Elshinta).
EDITOR.ID, Jakarta,- Bagi warga sekitar pantai Anyer Carita dan Banten diharapkan menjaga kewaspadaan. Pasalnya, anak Gunung Krakatau di Selat Sunda, Lampung menunjukkan aktivitas cukup aktif. BNPB mencatat gunung ini mengeluarkan letusan hingga 576 kali di sepanjang hari, Sabtu (18/8/2018).
“Tinggi letusan bervariasi 100 meter hingga 500 meter dari puncak kawah,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho melalui keterangan tertulis, Minggu (19/8/2018).
Sutopo mengatakan letusan Gunung Anak Krakatau itu terjadi selama 24 jam mulai pukul 00.00 hingga 24.00 WIB dengan amplitudo 23-44 milimeter dan durasi letusan 19-255 detik.
Letusan itu, kata Sutopo, disertai lontaran abu vulkanik, pasir, batu pijar, dan suara dentuman. “Secara visual pada malam hari teramati sinar api dan gugusan lava pijar,” katanya.
Sementara dari pantauan Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau PVMBG, lanjut Sutopo, letusan dengan tinggi kolom abu terjadi kurang lebih 500 meter di atas puncak. Kolom abu itu terlihat berwarna hitam dengan intensitas tebal condong ke arah utama.
Meski letusan yang terjadi termasuk paling banyak sejak Juni lalu, Sutopo menyebutkan tak ada dampak kerusakan yang signifikan. Sebelumnya letusan terbanyak terjadi pada 30 Juni 2018 dengan jumlah sebanyak 745 letusan.
“Letusan yang terjadi hanya kecil, namun beruntun dan tidak berpengaruh pada jalur penerbangan dan pelayaran di Selat Sunda,” terang Sutopo.
Ia memastikan status Anak Gunung Krakatau tetap berada di level III atau waspada dengan radius zona berbahaya dua kilometer. Status waspada ini bahkan telah ditetapkan sejak 26 Januari 2012 silam.
Sutopo mengimbau masyarakat tetap tenang menghadapi letusan Gunung Anak Krakatau. Letusan itu, menurutnya, masih dalam tahap normal dan sangat kecil peluangnya terjadi letusan besar seperti Gunung Krakatau pada 1883.
“Artinya aktivitas vulkanik di atas normal dan terjadinya erupsi dapat terjadi kapan saja. Tidak berbahaya selama masyarakat tidak melakukan aktivitas di radius dua kilometer,” tandas Sutopo. (tim)