Oleh : Markus Wauran.
Penulis Pemerhati Masalah Nuklir dan Wakil Ketua Dewan Pendiri HIMNI.
EDITOR.ID, – Setiap pemanfaatan teknologi selalu ada resikonya, antara lain kecelakaan. Baik teknologi dalam bentuk sederhana maupun modern. Misalnya teknologi transportasi, baik darat, laut dan udara dengan segala jenis, tipe dan ukuran, dan tahun produksinya, pasti pernah mengalami kecelakaan, baik kecil, ringan, maupun berat/parah.
Demikian juga dengan pemanfaatan teknologi nuklir dengan segala bentuk pemanfaatannya, termasuk untuk pembangkit listrik yang lengkapnya disebut PLTN(Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir), pasti pernah terjadi kecelakaan.
Menurut data dari WNA(World Nuclear Association) 2019, per tahun, Kecelakaan Mengemudi sekitar 1,35 juta, kecelakaan Kerja 2,3 juta, Kecelakaan Polusi Udara 4,2 juta dan PLTN 3,3.
Semua kecelakaan yang terkait dengan pemanfaatan teknologi, umumnya disebabkan karena kesalahan manusia, teknologinya dan bencana alam. Khusus untuk pemanfaatan teknologi nuklir, terkait kecelakaan nuklir, pada thn 1990, IAEA(International Atomic Energy Agency), menetapkan INES (International Nuclear and Radiological Event Scale) yang mengkategorikan dalam 7 (tujuh) tingkat dengan urutan sbb.:
- Anomali;
- Incident;
- Serious Incident;
- Accident with local consequences;
- Accident with wider consequences;
- Serious Accident;
- Major Accident. Tingkat 1 s/d 3 disebut Incident, sedangkan tingkat 4 s/d 7 disebut Accident.
INES mengklasifikasi kecelakaan(accident dan evident) Nuklir dan Radiologi dengan mempertimbangkan dampaknya pada 3 area, yaitu:
- Masyarakat dan Lingkungan(People and Environment), dimana suatu kecelakaan instalasi nuklir yang menyebabkan dosis radiasi dan material radioaktif tersebar keluar instalasi yang mengancam keselamatan penduduk dan lingkungan;
- Radiological Barriers and Control, dimana suatu kecelakaan terjadi di-Instalasi dan tidak ada dampak langsung kepada masyarakat dan lingkungan, dan hanya berdampak didalam fasilitas itu sendiri;
- Defence in Depth yaitu suatu pertahanan berlapis terjadi kejadian dalam instalasi nuklir, namun tidak berdampak kepada masyarakat dan lingkungan, tapi hanya pada tingkat tidak berfungsinya suatu komponen karena dibacking/dijaga oleh komponen lain.
Dalam persiapan Indonesia membangun PLTN, maka perlu mengetahui secara jelas berbagai kecelakaan PLTN yang terjadi selama ini, sehingga kita tidak mengulang berbagai kelemahan yang jadi penyebab kecelakaan tsb baik segi teknis, desain, SDM, aturan, bencana alam, dll. Kecelakaan nuklir khususnya PLTN umumnya dikenal masyarakat dunia hanya terjadi di-tiga tempat karena diberitakan secara luas oleh berbagai media dunia.
Ketiga tempat tsb yaitu di-Amerika Serikat, PLTN Three Mile Island, Pennsylvania, unit 2(1979), Ukraina, PLTN Chernobyl unit 4(1986) dan Jepang, PLTN Fukushima Dai-ichi unit 1-4(2011).
Namun, sebenarnya ada beberapa kecelakaan yang terjadi selama ini disamping 3 kecelakaan tsb diatas.
Menurut Jeremy Schultz, dari Reuters, ada beberapa kecelakaan nuklir terparah dalam sejarah selama ini, yaitu :
1. CHALK RIVER-LEVEL5-1952
Reaktor nuklir pertama yang dibangun diluar Amerika Serikat (AS) pada thn 1945 di Laboratorium Nuklir Sungai Chalk di Ontario, Kanada, dibangun pada masa perang dengan tujuan melayani keperluan militer.
Laboratorium ini menjadi lokasi KECELAKAAN NUKLIR SIPIL PERTAMA DALAM SEJARAH ENERGI NUKLIR. Pada 12 Desember 1952, reaktor mengalami kegagalan selama shutdown.
Serangkaian keputusan buruk oleh operator fasilitas menyebabkan reaksi berantai yang mengakibatkan reaktor menggandakan kekuatannya. Sebuah ledakan menghancurkan inti reaktor, melepaskan tumpahan bahan bakar nuklir.
Tak lama kemudian, serangkain ledakan gas hydrogen meniup kuba reaktor 4 ton kelangit, melepaskan ribuan partikel radioaktif ke-udara sekitarnya.
Didalam fasilitas, sekitar satu juta liter air yang terkontaminasi membanjiri ruang bawah tanah. Skala INES belum dibuat pada saat kecelakaan ini. Jika sudah, insiden di Sungai Chalk akan menjadi skala 5.
2. KHYSTYM-LEVEL 6, 1957
Dibangun ter-gesa2 dan kerahasiaan pada 1945, Uni Sovjet berlomba untuk mengejar ketertinggalan dari program senjata nuklir AS. Tempat produksi plutonium Mayak, yang terletak di-dekat kota Khystym, Rusia, di-operasikan dengan sedikit pertimbangan kesehatan pekerja dan perlindungan lingkungan.
Berlokasi ditepi danau Karachay, pabrik membuang air pendingin reaktor yang sudah digunakan ke danau, dan dengan cepat mengubah seluruh danau menjadi radioaktif.
Pada thn 1953, tangki penyimpanan untuk bahan bakar bekas yang memiliki control kurang memadai, dibangun dilahan tsb. Pada 29 September 1957, salah satu tangki ini meledak dengan kekuatan 70-100 ton TNT.
Awan radioaktif berikutnya mencemari area yang jaraknya ribuan mil. Karena kerahasiaan fasilitas itu, pemerintah Uni Sovjet tidak segera memperingatkan desa2 trdekat akan bahaya tsb.
Bahkan menghabiskan dua tahun penuh sebelum semua penduduk di-daerah yang ter-ekspose di-evakuasi. Tidak ada penjelasan yang lugas untuk proses evakuasi. Hanya pada thn 1976, seorang pembangkang Uni Sovjet mengungkap keberadaan dan rincian insiden tsb.
3. KEBAKARAN WINDSCALE-LEVEL 5, 1957
Kebakaran di-fasilitas nuklir Windscale Pites di-Cumbria, menyebabkan kecelakaan nuklir terburuk di-Inggris. Pada 10 Oktober 1957, operator di-Windscale memperhatikan pemanasan yang tidak biasa di-teras reaktor, tetapi tidak yakin penyebabnya.
Dalam upaya untuk menurunkan suhu, pekerja mempercepat kipas pendingin, tidak menyadari aksi mereka hanya akan mengipasi api yang membakar inti. Seorang mandor yang datang untuk bekerja melihat ada asap yang keluar dari cerobong reaktor, mengungkap adanya api.
Pada saat itu, api telah menyala selama dua hari penuh. Beberapa upaya dilakukan untuk memadamkan api, termasuk karbon dioksida dan aIr, tetapi tidak ada yang berhasil.
Akhirnya, diputuskan untuk mematikan ventilasi ke-reaktor, merampas api oksigen dan memadamkan api tiga hari setelah mulai menyala. Reaktor yang dianggap tidak dapat diselamatkan, telah disegel sejak peristiwa ini.
4. IDAHO FALLS-LEVEL 4, 1961:
Satu2nya kecelakaan nuklir di-AS yang mengakibatkan korban langsung, terjadi pada thn 1961 di-reaktor eksperimental AS Army, di-Idaho Falls, Idaho.
Reaktor itu adalah prototype awal untuk Program Tenaga Nuklir Angkatan darat, yang dibuat dengan tujuan menyediakan listrik untuk pangkalan2 dan pos2 terpencil di-seluruh dunia, termasuk utara Lingkaran Arktik.
Stationary Low-Power Reactor nomor satu yang terletak 40 mil diluar Idaho Falls, adalah satu2nya reaktor air mendidih(BWR) dalam program ini. Setelah reaktor ditutup selama 11 hari untuk liburan Natal, tiga kru kembali untuk menyalakan pada 3 Januari 1961.
Kesalahan operator membuat batang ditarik terlalu jauh, memicu ledakan uap dan krisis reaktor. Ketiga pekerja, satu2nya anggota staf yang hadir di-fasilitas itu, meninggal karena trauma fisik akibat ledakan. Seandainya mereka selamat dari ledakan, paparan radiasi pasti akan membunuh mereka.
5. LUCENS REACTOR-LEVEL 5-1968
Stasiun nuklir eksperimental pertama di-Swiss, dibangun di-gua bawah tanah, dibuka pada 1968 dengan visi yang berani. Sayangnya, hanya beberapa bulan setelah dibuka, tabung tekanan yang terkorosi pecah, menyebabkan kegagalan fungsi dan ledakan reaktor.
Untungnya tidak ada yang terluka dalam ledakan itu dan berkat lokasi inti di-bawah tanah, semua kontaminasi lingkungan dicegah. Gua itu segera ditutup dan mimpi nuklir Swiss tertunda.
6. THREE MILE ISLAND-LEVEL 5-1979
Insiden itu dimulai ketika pompa air di-teras reaktor tidak berfungsi menyusul kegagalan listrik. Pekerja salah mendiagnosis masaalah dan merespon dengan serangkaian keputusan yang memperparah masaalah.
Overheating menyebabkan hampir setengah inti reaktor meleleh, melepaskan gumpalan uap ke atmosfir. Selama tiga hari berikutnya, para ahli tidak yakin apakah gelombang hydrogen yang terbentuk selama krisis bisa meledak, sebelum akhirnya menentukan bahwa yang terburuk sudah berakhir.
Sebagian kehancuran reaktor di-fasilitas Three Mile Island di Pennsylvania pada Maret 1979, tetap menjadi kecelakaan nuklir sipil paling serius dalam sejarah AS, yang menyebabkan sekitar 2 juta orang terkena radiasi dalam jumlah kecil.
Dukungan publik untuk tenaga nulir anjlok setelah bencana dan otoritas Federal merespons dengan moratorium semua ijin reaktor baru.
7. CHERNOBYL-LEVEL 7-1986
Kecelakaan PLTN yang paling berbahaya dalam sejarah, baik dalam biaya maupun dalam korban, dimulai selama tes keselamatan terjadwal di PLTN Chernobyl, Ukraina pada malam 25 April 1986.
Desain reaktor Uni Soviet yang cacat, dikombinasikan dengan kesalahan operator sebelum dan selama uji keamanan, menyebabkan panas berlebih, menghasilkan ledakan uap yang kuat di-ikuti beberapa detik kemudian oleh ledakan kedua, kemungkinan berbahan bakar hydrogen.
Ledakan dan kebakaran berikutnya menghasilkan pelepasan radioaktif sipil terbesar yang pernah direkam. Puluhan ribu penduduk di-sekitarnya di-evakuasi, sehingga kota2 yang ditnggalkan tsb seperti kota hantu. Radioaktif pertama kali terdeteksi diluar Uni Soviet adalah disebuah stasiun tenaga nuklir di-Swedia.
Sebagian besar Negara di-Eropah segera mengalami pengendapan radionuklida. Tiga puluh satu pekerja pabrik dan petugas pemadam kebakaran meninggal segera setelah kecelakaan tsb,
Sebagian besar karena penyakit radiasi akut. Namun kematian total dari tragedy Chernobyl ini, masih menjadi perdebatan sampai saat ini.
8. INSIDEN GOIANIA-LEVEL 5-1987
Insiden Goiania adalah insiden nuklir paling serius yang tidak secara langsung melibatkan reaktor. Pada September 1987, dua pemulung Brasil yang mengais di-sekitar Goiania Institute of Radiotherapy yang terbengkalai, mengambil beberapa peralatan rumah sakit tua, termasuk unit teleterapi yang mengandung Cesium-137, isotop radioaktif yang dihasilkan selama fisi nuklir.
Para pemulung menjual unit itu ke-tempat barang rongsokan setempat, tempat para pekerja memecah peralatan itu dan mereka terpesona oleh cahaya biru yang berasal dari mesin.
Tidak menyadari adanya bahaya, para pekerja berbagi potongan unit itu dengan teman2 dan keluarga yang ingin tahu, menyebarkan Cesium-137 melalui kota Goiania. Tak lama 4 orang dipastikan tewas karena keracunan radiasi.
Pihak berwenang menguji 112.000 ribu penduduk untuk kemungkinan paparan dan menemukan 249 dengan tingkat radiasi yang signifikan ditubuh mereka. Ketika pasien dirawat, para ahli dari AS dan Uni Soviet membantu menyapu area yang terkontaminasi.
9. TOKAIMURA-LEVEL 4-1999
Pada 30 September 1999, disebuah pabrik kecil pengolahan uranium di-Prefektur Ibaraki, Jepang, tiga pekerja mulai menyiapkan bahan bakar untuk reaktor terdekat. Batch pertama yang dibuat untuk reaktor ini dalam tiga tahun, sehingga tidak ada kualifikasi atau syarat yang ditetapkan untuk mempersiapkan para pekerja untuk pekerjaan itu.
Pencampuran yang tidak tepat menyebabkan kondisi kritis, semacam reaksi berantai yang memancarkan kilatan biru dan bunyi alarm radiasi gamma. Dua pekerja langsung mengalami rasa sakit dan kesulitan bernapas, sedangkan yang ketiga muntah, sebelum kehilangan kesadaran.
Perisai dipasang disekitar pabrik untuk menghentikan penyebaran radiasi, 40 rumah tangga dievakuasi dan semua penduduk dalam jarak 10km diminta untuk tetap berada didalam rumah sebagai tindakan pencegahan. Dua dari tiga pekerja meninggal setelah paparan, 667 pekerja tambahan, responden pertama dan penduduk terpapar radiasi berlebih.
10. FUKUSHIMA-LEVEL 7-2011
Gempa bumi yang berkekuatan 9,0 magnitude melanda Jepang pada 11 Maret 2011, melepaskan tsunami yang berkontribusi terhadap 18.000 korban bencana dan memicu bencana nuklir terburuk didunia sejak Chernobyl 25 tahun sebelumnya.
PLTN Fukushima Daiichi menampung enam unit reaktor air mendidih(BWR) yang terpisah dipantai pasifik, dilindungi tembok laut sepanjang 33 kaki. Segera setelah gempa bumi melanda, semua reaktor yang beroperasi ditutup dan generator diesel mengambil alih tugas pendinginan.
Tsunami yang menyapu tembok laut, membanjiri ruang bawah tanah dan melumpuhkan generator. Kelebihan panas menyebabkab kehancuran 3 unit reaktor, melepaskan bahan radioaktif dan menyebabkab evakuasi sekitar 100.000 orang penduduk. Diperkirakan bahwa pembongkaran reaktor yang hancur akibat tsunami akan memakan waktu hingga 40 tahun.
Disamping 10 kecelakaan tsb, kemungkinan masih ada juga yang tidak ter-expose karena berbagai pertimbangan dari Negara bersangkutan.
Belajar dari Tragedi Fukushima tsb, maka IAEA (International Atom Energy Agency) mengeluarkan Technical Document No. 1785 tahun 2016, yang menegaskan bahwa untuk menanggulangi kecelakaan tsb, diperlukan penyempurnaan dan perbaikan teknologi PLTN yang meliputi:
- Design and Siting (desain dan pemilihan tapak);
- On Site Emergency Preparedness and Response (Tangap dan kesiapsiagaan kondisi darurat di dalam area tapak);
- Off Site Emergency Preparedness and Response (Tangap dan kesiapsiagaan kondisidarurat di luar area tapak);
- Peningkatan dan penyempurnaan infrastruktur keselamatan nuklir (nuclear safety infrastructures).
Secara teknis perlunya peningkatan dan penyempurnaan Engineered Safety Features (ESF) design PLTN, belajar dari kecelakaan Fukushima Daiichi tersebut.
Sampai dengan saat ini Teknologi PLTN yang beroperasi telah mencapai Generasi III+ merupakan PLTN desain maju ? evolusionari (Advanced and Evolutionary designs) yang telah menerapkan penyempurnaan desain dari teknologi yang telah terbukti aman dan selamat(proven technology).
Website Wikipedia menjelaskan PLTN per generasi sbb.:
PLTN Generasi ke-II dibangun pada thn 1970?an sampai akhir tahun 1990?an dengan tipe PWR, CANDU, BWR, AGR, VVER, dan PLTN tipe ini yang sedang ber-operasi diberbagai negera didunia yang jumlahnya meliputi 400?an unit.
PLTN generasi III adalah reaktor daya generasi lanjut (advanced) yang mengalami perubahan desain evolusioner (perubahan yang tidak radikal) yang bertujuan untuk meningkatkan faktor keselamatan dan ekonomi PLTN. PLTN generasi III banyak dibangun di-negara-negara Asia Timur.
Salah satu contoh dari PLTN generasi III adalah tipe ABWR(ADVANCED BOILING WATER REACTOR) yang antara lain dibangun tahun 1980 di Jepang yaitu PLTN Kashiwazaki-Kariwa unit 6. Reaktor Generasi III sudah mulai menggunakan sistem keselamatan pasif, yaitu reaktor didesain untuk dapat stabil dengan sendirinya tanpa memerlukan sumber energi listrik eksternal.
Sampai saat ini, belum ada satupun reaktor Generasi III yang mengalami kecelakaan. PLTN ini dapat dimatikan dengan selamat pada dua gempa besar yang dialami Jepang pada tahun 2007 dan 2011.
Pengembangan PLTN generasi III terus berlanjut dan bersamaan dengan itu dilakukan perbaikan desain yang evolusioner untuk meningkatkan faktor ekonomi dengan cukup signifikan.
Perubahan terhadap PLTN generasi III menghasilkan PLTN generasi III+(tiga plus) yang lebih ekonomis dan dapat dibangun tanpa harus menunggu periode R&D yang lama. PLTN generasi III+ menjadi suatu pilihan untuk pembangunan PLTN yang akan dilakukan dari sekarang hingga tahun 2030.
PLTN Generasi III+ antara lain prototipe pembangkit listrik tenaga nuklir buatan Rusia yang bernama BN-800, mulai beroperasi dengan kapasitas 100% untuk pertama kalinya, bersamaan dengan terhubungnya reaktor nuklir inovatif Rusia generasi III+ ke jaringan listrik nasional.
Reaktor cepat Neutron BN-800, yang diproyeksikan menjadi prototipe tercanggih dari tipe reaktor komersial Generasi III+ ini mulai beroperasi secara komersial pada bulan September 2016.
Para pakar menilai, unit daya dengan Reaktor neutron cepat memberikan dampak besar dalam pengembangan energi nuklir. Dengan begitu dimungkinkan untuk secara signifikan memperluas basis bahan bakar dari energi nuklir dan juga untuk mengurangi volume limbah radioaktif melalui penerapan siklus bahan bakar nuklir tertutup.
Reaktor Nuklir inovatif Rusia generasi III+ yang didesain sesuai dengan seluruh persyaratan keamanan pasca insiden Fukushima telah berhasil terkoneksi pada jaringan listrik nasional dan menghasilkan 240 MW tenaga listrik.
Rosatom menyatakan bahwa pada tanggal 5 Agustus 2016, selama 3 jam 35 menit (salah satu rentang waktu operasi yang paling penting dan kritis pada tahap awal) percobaan dilakukan pada Unit 6 VVER-1200, yaitu percobaan pengalihan generator ke sistem jaringan listrik.
Reaktor inovatif Generasi III+ ini menunjukkan perbaikan parameter kinerja, mereka benar-benar aman dalam pengoperasiannya dan sepenuhnya memenuhi persyaratan keamanan terbaru Badan Energi Atom Internasional pasca insiden Fukushima.
Terdiri dari sejumlah besar sistem keselamatan pasif yang dapat berfungsi bahkan dalam kasus pemadaman listrik total dan berjalan tanpa campur tangan operator, selain itu Unit 6 dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Novovoronezh ini menggunakan sistem pembuangan panas pasif dari reaktor, Recombiners Hidrogen dan Core Catcher, yang unik dan satu satunya di seluruh dunia.
PLTN Generasi IV adalah reaktor daya hasil pengembangan inovatif dari PLTN generasi sebelumnya. PLTN Generasi IV terdiri dari enam tipe reaktor daya yang diseleksi dari sekitar 100 buah desain. Kriteria seleksi adalah aspek ekonomi yang tinggi, tingkat keselamatan lanjut, menghasilkan limbah dengan kuantitas yang sangat rendah, dan tahan terhadap aturan NPT.
PLTN Generasi IV dirancang tidak hanya berfungsi sebagai instalasi pemasok daya listrik saja, tetapi dapat pula digunakan untuk pemasok energi termal kepada industri proses. Oleh karena itu PLTN Generasi IV tidak lagi disebut sebagai PLTN, tetapi disebut sebagai Sistem Energi Nuklir (Nuclear Energy System-NES).
Ada enam tipe dari reaktor daya Generasi IV yaitu: Very High Temperature Reactor (VHTR), Sodium-cooled Fast Reactor (SFR), Gas-cooled Fast Reactor (GFR), Liquid Metal Cooled Fast Reactor (LFR), Molten Salt Reactor (MSR), dan SuperCritical Water-cooled Reactor (SCWR). Pengembangan Generasi ke-IV ini masih dalam tahap research and development (sumber: website Wikipedia).
Khusus PLTN Generasi ke-IV, ada suatu grup yang sedang mengkajinya. Grup ini bernama GIF(GENERATION IV INTERNATIONAL FORUM), yang didirikan pada tahun 2001 dan terdiri dari 13 negara yaitu: Argentina, Australia, Brasil, Canada, Cina, Perancis, Jepang, Korea Selatan, Rusia, Afrika Selatan, Swiss, Inggris dan AS.
Grup ini sedang melanjutkan pengkajiannya dari berbagai aspek. Hasil kajian awal menunjukkan bahwa sistem dan teknologi PLTN Generasi IV menawarkan kemajuan yang signifikan dalam hal keberlanjutan, keandalan dan keselamatan, ekonomi, pencegahan pemanfaatan senjata nuklir dan proteksi fisik. Pemanfaatan PLTN Generasi IV atau Sistim Energi Nuklir(SEN) ini direncanakan akan masuk dalam industri komersial pada tahun 2030.
Sadar akan berbagai kecelakaan PLTN sebagaimana diuraikan diatas, serta dalam rangka persiapan pembangunan PLTN di-Indonesia yang al akan mengganti peran dari energi fosil batubara yang akan berakhir tuntas pada 2060 yad, maka Indonesia saatnya harus mampu dan cerdas memilih antara Generasi III+ dan generasi IV yang terdiri dari 6 tipe tsb diatas.
Dari 6 tipe tsb, saat ini ada 3 pihak yang sedang mempersiapkan untuk pembangunannya di-Indonesia. Pihak pertama adalah BATAN (saat ini bernama ORGANISASI RISET TENAGA NUKLIR-ORTN) dengan tipe HTGR(=VHTR?) yang sudah pada tahap detail design dan dari pihak Swasta ada 2 perusahaan yaitu P.T. Thorcon Power Indonesia(TPI) dengan tipe MSR dan PT BATOM TECHNOLOGY dengan tipe MSR.
Sayang proyek BATAN(ORTN) tsb saat in terhenti tanpa ada keputusan penyelesaian tuntas dari Pemerintah. Proyek ini adalah proyek BATAN(ORTN)/Pemerintah, bukan proyek perorangan dan karena itu seluruh warga BATAN/ORTN bertanggung-jawab untuk memperjuangkan penyelesaian proyek ini.
Proyek PT Thorcon Power Indonesia ini dengan tipe MSR, diperhitungkan akan menjadi pelopor pertama untuk hadirnya PLTN pertama di-Indonesia, dimana jika programnya berjalan lancar, akan beroperasi secara komersial pada tahun 2028.
PT BATOM TECHNOLOGY bekerja sama dengan Moltex, Inggris, didukung oleh tenaga2 ahli pensiunan BATAN yang berpengalaman dalam pembangunan 3 reaktor nuklir di-Indonesia. masih mencari partner pendukung dana di-Indonesia.
Kehadiran PT TPI dan PT BATOM TECHNOLOGY ini menjadi tantangan dan pemicu bagi BUMN dan atau Swasta Indonesia untuk bergerak di-bidang pembangunan energi nuklir yang menghasilkan listrik karena peluangnya kini dan masa depan sangat menjanjikan. (***)