Hukum  

Sekjen Peradi: Pasal 281-282 RUU KUHP Berpotensi Jadi Alat Pidanakan Advokat

ilustrasi

EDITOR.ID, Jakarta,- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Imam Hidayat menyatakan rumusan pasal 281 dan pasal 282 RUU KUHP berpotensi sebagai alat lawan perkara untuk mengkriminalisasi profesi advokat yang sedang memperjuangkan kliennya.

Pasal 281 RUU KUHP mengatur tentang larangan advokat membuat pernyataan dan pandangan hukum kepada media atau publik terkait sidang perkara. Sedangkan Pasal 282 RUU KUHP mengatur tentang berkomunikasi dengan pihak lawan dan mempengaruhi pejabat pengadilan.

imam hidayat
imam hidayat

Bila kita cermati bunyi pasal 282 dalam RUU-KUHP memuat ketentuan bahwa setiap orang akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II, jika:

a. Tidak mematuhi perintah pengadilan atau penetapan hakim yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan;

b. Bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan atau menyerang integritas atau sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan; atau

c.Secara melawan hukum merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk dipublikasikan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan.

Adapun Pasal 282 RUU-KUHP memuat ketentuan bahwa dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V, advokat yang dalam menjalankan pekerjaannya secara curang, yaitu:

a. Mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan klien, padahal mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa perbuatan tersebut dapat merugikan kepentingan pihak kliennya; atau

b. Mempengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi, juru bahasa, penyidik, penuntut umum, atau hakim dalam perkara, dengan atau tanpa imbalan.

Menurut Imam Hidayat, dalam rumusan pasal 281 dan pasal 282 RUU KUHP bila kedua pasal ini benar-benar disahkan menjadi UU KUHP, sangatlah rawan dan berpotensi terjadinya kriminalisasi dan pembungkaman terhadap profesi advokat.

“Dalam menjalankan tugas profesinya, Advokat wajib independent, bebas berpendapat selama hal itu semata-mata untuk kepentingan klien dalam mencari dan memperjuangkan keadilan hukum, sebagaimana hak imunitas yang sudah diatur dalam Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003,” papar Alumni FH Universitas Jember ini.

“Kedua pasal tersebut apakah memang memuat implementasi prinsip penghormatan terhadap penyelenggaraan peradilan agar tidak terjadi Contemt of Court atau penghinaan, pembangkangan dan sikap tidak menghormati proses peradilan beserta dengan perangkatnya secara benar,” tambah Imam.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Peradilan adalah lembaga terakhir dan atau benteng terakhir yang diharapkan menjadi pengungkap keadilan dan kepastian hukum yang benar.

“Pertanyaan kedua apakah kemudian keduanya bisa menjadi unsur penjamin Independensi dan Imparsialitas hakim dalam mempertimbangkan, mengadili dan memutuskan suatu perkara yang diperiksa, hal ini tentu juga masih belum bisa menjadi garansi,” tegas Imam.

Integral rumusan ketentuan dalam RUU KUHP pasal 281 dan pasal 282 yang mana dalam ketentuan yang disampaikan sebelumnya, masih menunjukkan rumusan multi-interpretasi dan tidak disertai dengan parameter yang jelas.

“Sehingga tidak menunjukkan kepastian yang berpotensi dipakai sebagai alat pembungkaman dan kriminasasi profesi advokat dan untuk itu masih perlu dikaji kembali apakah memang perlu atau dihapus,” ujar founder kantor Lawyer Hidayat & Co ini.

Multi-interpretasi yang dimaksud, menurut Imam, terlihat pada ketentuan Pasal 281 huruf b RUU-KUHP. Pasal tersebut tidak berisi muatan yang jelas mengenai apa yang dimaksud sikap tidak hormat.

Atau apa yang dimaksud menyerang integritas, dan tidak menyebutkan secara jelas bagaimana bentuk-bentuk sikap yang menunjukkan ketidakhormatan seseorang terhadap hakim atau persidangan.

“Padahal ketentuan peraturan perundang-undangan sejatinya dibentuk (disusun) berdasarkan batasan-batasan yang pasti sehingga tidak terjadi multi-interpretasi yang menimbulkan ketidakpastian (uncertainty),” katanya.

Pasal 281 huruf b RUU-KUHP juga menunjukkan tidak adanya parameter yang jelas atas ?sesuatu yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim?.

Frasa tersebut begitu abstrak, sehingga berpotensi dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan untuk dijadikan alat untuk melakukan kriminalisasi terhadap profesi advokat.

Begitupun Pasal 282 RUU-KUHP, kata ?mempengaruhi? sangatlah rentan untuk dijadikan sebagai alasan untuk memidanakan seorang advokat. Alasannya masih sama pasal karet, yaitu kata tersebut abstrak, multitafsir, dan tidak mempunyai parameter yang jelas dalam peraturan perundang-undangan khususnya RUU KUHP. (tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: