Mantan Duta Besar Meksiko Komisaris Jendral Polisi (purn) Drs. Ahwil Luthan, SH, MBA, MM bersama Wakil Sekretaris Jenderal Organisasi BERSAMA, Drs. Asri Hadi, MA dalam sebuah kesempatan (ist)
EDITOR.ID, Jakarta,- Mata rantai kejahatan narkoba tidak bisa dilepaskan dengan kejahatan terorisme. Sebagian besar jaringan teroris memanfaatkan sumber pendanaan dari pencucian uang kejahatan narkoba. Hubungan pedagang narkoba dan teroris itu saling menguntungkan.
Demikian disampaikan mantan Duta Besar Meksiko Komisaris Jendral Polisi (purn) Drs. Ahwil Luthan, SH, MBA, MM dalam acara Webinar Ambassador Talk: Mata Rantai Terorisme dan Narkotika yang digelar secara online pada Rabu 12 Agustus 2020.
Dalam aksinya jaringan pemimpin teroris dan organisasi perdagangan narkoba memiliki struktur kepemimpinan guna menjalankan organisasinya dan menggunakan maksud yang sama untuk mencapai keuntungan.
Misalnya, mereka menggunakan “Hawala` sebuah sistem transfer informal dan bergantung kepada penyelundupan uang dalam jumlah besar. Memiliki beberapa rekening dan organisasi untuk pencucian uang. Ini merupakan kejahatan lintas lintas batas yang saling terkait.
Menurut Ahwil Luthan, ada hubungan simbiosis antara narcoterrorism dan kejahatan yang terorganisir. Kedua organisasi tersebut beraksi karena saling menguntungkan.
Ahwil menyebut secara etimologi terorisme berasal dari kata “to`terror†dalam bahasa lnggris atau terrere dalam bahasa Latin, yang berarti “gemetar†atau “menggetarkanâ€. Kata terrere adalah bentuk kata kerja (verb) dari kata terrorem yang berarti rasa takut yang luar biasa.
“Dalam KBBI teror diartikan sebagai usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian dan kekejaman oleh seseorang atau golongan tertentu. Pengertian ini diungkap Webster’s New School yaitu membuat ketakutan atau kengenan dengan melakukan intimidasi atau ancaman untuk menakut-nakuti,”
Sementara, Narcoterrorism, jelas Ahwil, adalah istilah yang diciptakan oleh mantan Presiden Peru Fernando Belaunde Terry pada tahun I983 ketika menggambarkan teroris jenis serangan terhadap polisi anti-narkotika Peru.
Dalam konteks aslinya, tambah Ahwil, narcoterrorism dipahami sebagai upaya para pedagang narkotika untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah atau masyarakat lewat kekerasan dan intimidasi, dan menghalangi penegakan hukum dan administrasi keadilan dengan ancaman atau penggunaan sistematis seperti kekerasan.
“Biasanya ada hubungan antara kegiatan teroris dan kejahatan yang terorganisir, termasuk didalamnya adalah perdagangan narkoba. Hubungan antara organisasi teroris dan perdagangan narkoba bisa terjadi di antaranya dari fasilitasi, proteksi, transportasi dan perpajakkan, yang digunakan secara langsung dalam perdagangan narkoba oleh organisasi teroris untuk mendanai aktivitas mereka,” terang Ahwil.