EDITOR.ID – Surabaya, Terkait pandemi corona, hingga kini belum ada kabupaten/kota di Jawa Timur (Jatim) yang mengajukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), termasuk Kota Malang dan Kota Surabaya yang santer disebut telah mengajukan penerapan PP No 21 Tahun 2020 tersebut ke Pemerintah Propinsi (Pemprop) Jatim.
Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah Propinsi Jatim, Heru Tjahjono dalam dialog disalah satu stasiun televisi lokal di Surabaya, Kamis (9/4/2020) malam.
Dikatakannya, sebelum mengajukan PSBB, setiap daerah harus haruslah menyiapkan plan of action. Hal itu berisi tentang kajian soal faktor ekonomi, keamanan, dan penerapan teknisnya. Diperlukan pula koordinasi Forkopimda di daerah tersebut. Di plan of action itu pasti akan melibatkan forkopimda kabupaten/kota bersangkutan.
Dalam pelaksanaannya PSBB juga tidak bisa dilakukan oleh daerah itu sendiri, pemkab atau pemkot setempat juga harus berkoordinasi dengan daerah lain. Hal itu lantaran faktor koneksitas daerah yang erat.
“Kalau kita melihat koneksitas antar kabupaten/kota di Jatim itu, kan, hampir tidak bisa dipisahkan,” katanya.
Misalnya Kota Surabaya menerapkan PSBB, maka orang Madura yang bekerja di Surabaya, ketika ingin masuk atau keluar Surabaya ia akan mengalami kesulitan. Maka itu dibutuhkan koordinasi antar daerah.
Pemprop Jatim akan terus melakukan koordinasi dengan seluruh bupati/walikota agar rencana pengajuan PSBB nantinya bisa dikalkulasi dan sesuai dengan kapasitas kabupaten/kota hingga provinsi.
“Kalau ada yang mengajukan PSBB semua bisa dikalkulasi, kapasitas dan kemampuan daerah (kabupaten/kota) dan kapasitas dan kemampuan pemprov. dan seterusnya,” katanya.
Saat PSBB berlaku, ada sejumlah bidang usaha komersial dan swasta yang tetap diizinkan beroperasi secara terbatas. Berikut rinciannya, mengutip Permenkes Nomor 9 Tahun 2020:
Bidang usaha yang diperbolehkan meliputi;
1. Toko-toko yang berhubungan dengan bahan dan barang pangan atau kebutuhan pokok serta barang penting, yang mencakup makanan, antara lain: beras, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, bawang bombay, gula, minyak goreng, tepung terigu, buah-buahan dan sayuran, daging sapi, daging ayam, telur ayam, ikan, susu dan produk susu, dan air minum dalam kemasan.
Kemudian termasuk warung makan/rumah makan/restoran, serta barang penting yang mencakup benih, bibit ternak, pupuk, pestisida, obat dan vaksin untuk ternak, pakan ternak, gas LPG, triplek, semen, besi baja konstruksi, dan baja ringan.
2. Bank, kantor asuransi, penyelenggara sistem pembayaran, dan ATM, termasuk vendor pengisian ATM dan vendor IT untuk operasi perbankan, call center perbankan dan operasi ATM.
3. Media cetak dan elektronik
4. Telekomunikasi, layanan internet, penyiaran dan layanan kabel. IT dan Layanan yang diaktifkan dengan IT (untuk layanan esensial) sebisa mungkin diupayakan untuk bekerja dari rumah, kecuali untuk mobilitas penyelenggara telekomunikasi,vendor/supplier telekomunikasi/IT, dan penyelenggarainfrastruktur data.
5. Pengiriman semua bahan dan barang pangan atau barang pokok serta barang penting, termasuk makanan, obat-obatan, peralatan medis.
6. Pompa bensin, LPG, outlet ritel dan penyimpanan Minyak dan Gas Bumi.
7. Pembangkit listrik, unit dan layanan transmisi dan distribusi
8. Layanan pasar modal sebagaimana yang ditentukan oleh Bursa Efek Jakarta.
9. Layanan ekspedisi barang, termasuk sarana angkutan roda dua berbasis aplikasi dengan batasan hanya untuk mengangkut barang dan tidak untuk penumpang.
10. Layanan penyimpanan dan pergudangan dingin (coldstorage).
11. Layanan keamanan pribadi. Kantor tersebut di atas harus bekerja dengan jumlah minimum karyawan dan tetap mengutamakan upaya pencegahan penyebaran penyakit (pemutusan rantai penularan) sesuai dengan protokol di tempat kerja. (Tim)