Jakarta, EDITOR.ID,- Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) program studi Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Pemerasan yang dilakukan para dokter senior itu diduga menjadi pemicu dibalik kematian mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip Aulia Risma Lestari dengan cara bunuh diri.
Gelar perkara kasus ini dilakukan pada Senin kemarin. Dari hasil pemeriksaan, ketiga tersangka memiliki peran melakukan pengumpulan uang iuran, penipuan, serta melakukan kekerasan verbal terhadap korban dan juniornya pada saat melakukan pendidikan di PPDS anestesiologi UNDIP Semarang.
“Kasus PPDS sudah dilaksanakan gelar perkara dengan melibatkan penyidik, pengawas Polda, dan dari Bareskrim yaitu Biro wassidik dan Dir Tipidum,” kata Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Dwi Subagio kepada wartawan, Selasa (24/12/2024).
Ini Nama dan Peran 3 Tersangka Pemerasan di PPDS Undip
Sebagaimana dilansir dari Kompas.com, ketiga tersangka tersebut berinisial TGN, SM dan Z. Seluruhnya adalah dokter. TGN bertugas sebagai orang yang meminta uang.
Kemudian SM bertugas sebagai orang yang turut serta mengumpulkan uang dan minta uang secara langsung dan Z bertugas untuk melakukan doktrin kepada junior.
Para Tersangka Dokter Senior Punya Jabatan Mentereng
Ketiga tersangka dalam kasus ini, selain merupakan dokter senior korban juga ternyata memiliki jabatan mentereng dalam PPDS Anestesi Undip Semarang.
Menurut Misyal Achmad, kuasa hukum keluarga mendiang Aula Risma Lestari, ketiganya memiliki peran cukup penting dalam program pendidikan spesialis tersebut.
“Ketiga tersangka yakni TEN (pria) Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip, SM (perempuan) kepala staf medis kependidikan prodi Anestesiologi, dan ZYA (perempuan) senior korban di program anestesi,” kata Misyal.
Menindaklanjuti penetapan tersangka, lanjut Misyal, saat ini pihaknya masih menyiapkan skema untuk bisa mencabut izin dokter yang dimiliki oleh para tersangka, baik itu izin praktik dan izin mengajar di kampus.
“Saya akan berjuang untuk mencabut status dokter dari para tersangka ini supaya mereka tidak lagi bisa menjadi dokter sampai kapanpun,” tambahnya.
Dalam kasus ini, menurut Misyal, pemerasan yang dilakukan di lingkungan pendidikan kedokteran dilakukan oleh kaum intelektual sehingga sangat berbahaya sekali. Dus, kasus ini harus diusut tuntas. Bahkan, sangat disayangkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menyiapkan penasihat hukum) untuk mendampingi para tersangka.