Kritik Budiman Sudjatmiko Ke Menhan Prabowo Subianto: Bangun Industri Pertahanan Harus dengan Kemandirian

Kritik Budiman Sudjatmiko Ke Menhan Prabowo Subianto: Bangun Industri Pertahanan Harus dengan Kemandirian

Jakarta, EDITOR.ID. Berdasarkan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2021 yang bertajuk Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi,

Menteri Pertahanan (Menhan) Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto mengajukan anggaran sebesar Rp 129,3 triliun di tahun anggaran 2021.

Anggaran yang diajukan oleh Menhan Prabowo Subianto itu untuk mencapai target pembangunan di bidang pertahanan.

Dari total anggaran Rp 129,3 triliun, anggaran alokasi rupiah murni yang diajukan mencapai Rp 113,1 triliun

Sebagian dilokasikan untuk penyelesaian proyek/kegiatan yang ditunda/terhambat akibat adanya pandemi Covid-19 di tahun anggaran 2020.

Pengadaan Alutsista

Dalam dokumen menyebut sasaran output strategis Kemenhan pada 2021, salah satunya dukungan pengadaan alat utama sistem senjata TNI (alutsista) sebanyak lima paket.

Pengadaan munisi kaliber kecil sebanyak 1 paket, dukungan pengadaan atau penggantian kendaraan tempur sebanyak 12 unit, hingga KRI, KAL, Alpung dan Ranpur/Rantis Matra Laut sebanyak 14 unit.

“Dukungan pengadaan/penggantian pesawat udara dan lainnya sebanyak 4 unit,” tulis dokumen tersebut.

Tanggapan Pakar Militer

Sebagai pakar militer dan pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie mengklaim bahwa dirinya  ingin melihat adanya revolusi sistem TNI yang lebih integrasi terlebihdahulu sebagai Primus Interpares Kemenhan di balik besarnya anggaran Rp 129,3 triliun di tahun anggaran 2021.

Melansir dari CNBC Indonesia, Minggu (5/7/2020),  Connie menyebut,  setelah terintegrasi, prioritas selanjutnya adalah melakukan perawatan dan midlife process pada alutsista yang ada. Setelah itu, Connie mendorong operasionalnya menopang sesuai dengan kemampuan negara, baru setelah itu baru rencana dengan keintegrasian.

“Di sini saya ingin melihat anggaran R&D (penelitian dan pengembangan) harus besar. Saya tidak peduli mau lisensi atau joint production, namun semua alutsista harus memiliki komponen yang dibuat secara lokal,” kata Connie.

Connie menegaskan jika platform alutsista (dasar pesawat/kapal/tank) lebih penting untuk prioritas bisa dibuat di dalam negeri.

Sementara untuk untuk aksesoris atau fitur teknologi bisa sementara beli dan pasang. Teknologi mesin diesel misalnya mutlak harus dikuasai dan produksi, kemudian bisa dipasang di berbagai platform senjata.

“Ini semua dibereskan baru kita bisa mendapatkan belanja pertahanan yang justified dan bisa berkontribusi pada pertahanan dan juga roda ekonomi negara,” jelasnya.

Kekhawatiran Politisi Senior PDIP Budiman Sudjatmiko pada Kementrian Pertahanan Republik Indonesia

Melansir dari sumber angkatanbersenjata.com,
Politisi senior PDIP, Budiman Sudjatmiko, menyatakan bahwa dirinya tidak keberatan dengan majunya Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto sebagai salah satu Calon Presiden (Capres) pada Pilpres 2024, asalkan urusan kemandirian industri pertahanan nasional,  sudah dieksekusi dengan baik dan jelas arahnya.

Langkah untuk sekedar memperbanyak alutsista dengan mengimpor dari negara lain dinilai politisi PDIP tersebut menurutnya sebagai sikap tidak mengertinya Menhan akan visi Indonesia modern dalam bidang pertahanan.

Visi kepemimpinan nasionalnya wajib diuji jika hanya sebatas itu  yang mampu dilakukan seorang  Menhan Prabowo Subianto.

Berikut petikan hasil  perbincangan dengan Budiman Sudjatmiko dalam sebuah wawancara oleh Budhius Ma’ruff

T: Jika Menhan dinilai kurang sigap dan lamban, apakah itu karena ada hambatan di Kemenhan sendiri?

J: Bisa iya bisa tidak. Namun yang jelas, orientasi kebijakan pertahanan yang berjalan selama ini kan hanya untuk penguatan pertahanan, yaitu impor senjata. Itu kan aktivitas trading (jual beli) yang melibatkan banyak orang yang selama ini diuntungkan. Bisa jadi itu adalah bagian dari hambatan, yang hingga kini suilt diatasi menteri. Sebab, jika orientasi kebijakan itu dirubah menjadi kemandirian industri pertahanan dalam negeri, yang dikerjakan oleh BUMN pertahanan bersama swasta terkait, akan mengurangi kue “belanja senjata” yang selama ini  dilakukan Kemenhan. Artinya akan ada kepentingan orang yang selama ini diuntungkan jadi terganggu. Kemenhan seperti tersandera oleh kerumitan yang digaungkan oleh orang-orang itu bila kemandirian industri pertahanan diutamakan.

Menhan Prabowo Subianto seharusnya segera melepaskan ketersanderaan itu dari sekarang, mumpung masih ada waktu di sisa jabatannya,  untuk berbuat yang terbaik untuk kemandirian industri pertahanan nasional kita.

Artinya, Menhan Prabowo Subianto harus mengambil posisi sebagai pejabat negara yang ingin negaranya maju.

Jika kebijakannya tetap mengutamakan beli senjata untuk belanja militernya, itu sama saja pejabat negara itu tidak ingin negaranya maju.

Saya pribadi tidak ingin ada pejabat negara bidang pertahanan yang punya pikiran seperti itu. Sebab apa?

Sebab secara kualifikasi, kemampuan dibidang teknologi itu, orang Indonesia sudah banyak yang mampu di bidang itu.

Karenanya, yang dibutuhkan saat ini atas kondisi tersebut adalah keputusan politik, kepemimpinan politik, ketegasan politik untuk mengkonsolidasikan pakar-pakar industri militer Indonesia, pakar-pakar inovator teknologi informasi Indonesia di bidang persenjataan, untuk membangun industri pertahanan.

Negara-negara maju dibidang pertahanan sekarang sudah masuk dalam tahap penggunaan teknologi robotik yang canggih, rumusan-rumusan algoritma yang rumit untuk menciptakan deteksi radar untuk persenjataan otomatis tanpa awak, pengembangan teknologi hybrid antara penggunaan teknologi robotik dipadukan dengan ketrampilan manusia dalam pengendalian dan penggunaan senjata utama pertahanan yang semuanya berbasiskan data.

Menjadi miris dan aneh makanya, ditengah kemajuan dan pencapaian negara-negara maju itu, Indonesia masih sebatas beli senjata dan hanya untuk memperkuat pertahanan dan biaya perawatan alutsista dari tahun ke tahun.

Pusat pertahanan kita akan miskin dengan data ke depannya, karena kita hanya tergantung dari alutsista yang dibeli dari negara lain.

Padahal ke depan itu, kekayaaan data dan keaneka ragaman data harus dimiliki oleh pusat militer kita dalam mendeteksi secara dini potensi ancaman atas wilayah dan kedaulatan bangsa.

Nah ini yang harus disadari oleh Kemenhan. Jangan terus terjebak dengan beli dan beli senjata dalam setiap penyusunan anggaran belanja militernya.

Kondisi ini jika terus dipertahankan akan membuat negara kita menjadi lemah,  gampang dan mudah untuk dikalahkan jika terjadi gesekan militer dengan negara lain.

Membangun pertahanan modern itu ya harus dengan kemandirian industri pertahanan. Jangan lagi sekedar retorika akan mandiri dalam industri pertahanan nasional tapi tidak bisa melakukan tindakan yang konkrit dalam mengatasi problem dan paradigma pertahanan negara yang usang di Kemenhan.

T: Jika Menhan dinilai kurang sigap dan lamban, apakah itu karena ada hambatan di sisi Menhan sendiri?

J: Bisa iya bisa tidak. Namun yang jelas, orientasi kebijakan pertahanan yang berjalan selama ini kan hanya untuk penguatan pertahanan, yaitu impor senjata.

Itu kan aktivitas trading (jual beli) yang melibatkan banyak orang yang selama ini diuntungkan.

Bisa jadi itu adalah bagian dari hambatan, yang hingga kini suilt diatasi menteri.

Sebab, jika orientasi kebijakan itu diubah menjadi kemandirian industri pertahanan dalam negeri, yang dikerjakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertahanan bersama swasta terkait, akan mengurangi kue “belanja senjata” yang selama ini  dilakukan Kementrian Pertahanan (Kemhan).

Artinya akan ada kepentingan orang yang selama ini diuntungkan jadi terganggu.

Kemhan seperti tersandera oleh kerumitan yang digaungkan oleh orang-orang itu bila kemandirian industri pertahanan diutamakan.

Menhan Prabowo harus segera melepaskan ketersanderaan itu dari sekarang, mumpung masih ada waktu di sisa jabatannya,  untuk berbuat yang terbaik untuk kemandirian industri pertahanan nasional kita.

Artinya, Menhan Prabowo harus mengambil posisi sebagai pejabat negara yang ingin negaranya maju.

Jika kebijakannya tetap mengutamakan beli alutsista untuk belanja militernya, itu sama saja pejabat negara itu tidak ingin negaranya maju.

Saya pribadi tidak ingin ada pejabat negara bidang pertahanan yang punya pikiran seperti itu.

Sebab apa?

Sebab secara kualifikasi, kemampuan dibidang teknologi itu, orang Indonesia sudah banyak yang mampu. Karenanya, yang dibutuhkan saat ini atas kondisi tersebut adalah keputusan politik, kepemimpinan politik, ketegasan politik untuk mengkonsolidasikan pakar-pakar industri militer Indonesia, pakar-pakar inovator teknologi informasi Indonesia di bidang persenjataan, untuk membangun industri pertahanan.

Negara-negara maju dibidang pertahanan sekarang sudah masuk dalam tahap penggunaan teknologi robotik yang canggih, rumusan-rumusan algoritma yang rumit untuk menciptakan deteksi radar, untuk persenjataan otomatis tanpa awak, pengembangan teknologi hybrid antara penggunaan teknologi robotik dipadukan dengan ketrampilan manusia dalam pengendalian dan penggunaan senjata utama pertahanan yang semuanya berbasiskan data.

Menjadi miris dan aneh makanya, ditengah kemajuan dan pencapaian negara-negara maju itu, Indonesia masih sebatas beli senjata dan hanya untuk perawatan alutsista dari tahun ke tahun.

Pusat pertahanan kita akan miskin dengan data ke depannya, karena kita hanya tergantung dari alutsista yang dibeli dari negara lain.

Padahal ke depan itu, kekayaaan data dan keaneka ragaman data harus dimiliki oleh pusat militer kita dalam mendeteksi secara dini potensi ancaman atas wilayah dan kedaulatan bangsa.

Nah ini yang harus disadari oleh Menhan Prabowo Subianto.

Jangan terus terjebak dengan beli dan beli senjata dalam setiap penyusunan anggaran belanja militernya.

Kondisi ini jika terus dipertahankan akan membuat negara kita menjadi lemah,  gampang dan mudah untuk dikalahkan jika terjadi gesekan militer dengan negara lain.

Membangun pertahanan modern itu ya harus dengan kemandirian industri pertahanan.

Jangan lagi sekedar retorika akan mandiri dalam industri pertahanan nasional, tapi tidak bisa melakukan tindakan yang konkrit dalam mengatasi problem dan paradigma pertahanan negara yang usang di Kementrian yang dipimpin Pak Prabowo sekarang.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: