NASA, EDITOR.ID – Rabu, 15 Februari 2023.
Saturnus merupakan planet terbesar kedua di tata surya setelah Jupiter. Saturnus juga merupakan sebuah raksasa gas yang memiliki radius rata-rata sekitar 9 kali radius rata-rata Bumi.
Massa jenis rata-rata Saturnus hanya 1/8 massa jenis rata-rata Bumi, tetapi dengan volume yang lebih besar dari Bumi, massa Saturnus tercatat 95 kali massa Bumi.
Saturnus dinamai menurut dewa kesejahteraan – agribudaya dalam mitologi Yunani; simbol astronominya (♄) melambangkan sabit yang digunakan oleh dewa tersebut.
Peristiwa mendekatnya Saturnus mendekati bumi terjadi peda pertengahan Februari 2023 dan sebelumnya fenomena astronomi ini pernah juga menghiasi langit pada Senin, 15 Agustus 2022 malam ini.
Saturnus berada di jarak terdekatnya dengan Bumi dan penghuni Bumi bisa mengamatinya secara langsung, menjadi buruan para astrografer alias fotografer astronomi.
Dalam bahasa astronomi, planet Saturnus mencapai titik oposisi terhadap matahari apabila melihatnya langsung dengan mata telanjang, Saturnus akan tampak terang dilihat dari Bumi.
Saturnus mengorbit matahari pada jarak rata-rata lebih dari 1,4 juta kilometer (9 sa). Dengan kecepatan orbit rata-rata 9,68 km.
Saturnus memerlukan waktu selama 10.759 hari Bumi (sekitar 29 ½ tahun) untuk menyelesaikan satu kali revolusinya mengelilingi Matahari.
Akibatnya, Saturnus membentuk resonansi orbit 5:2 dengan Jupiter.
Orbit Saturnus berinklinasi 2,48° relatif terhadap bidang orbit Bumi.
Jarak Saturnus saat perihelion dan aphelion, masing-masing adalah 9,195 sa dan 9.957 sa.
Jarak Saturnus Terdekat dengan Bumi
Karena Saturnus membutuhkan 29 tahun Bumi untuk mengorbit Matahari, musim baru dimulai setiap tujuh (atau lebih) tahun Bumi.
Ekuinoks terakhirnya, pada Agustus 2009, diamati oleh pesawat luar angkasa Cassini milik NASA, seperti yang ditunjukkan pada gambar yang menakjubkan.
NASA/JPL/Institut Ilmu Antariksa Saturnus mengungkapkan Saturnus memiliki sistem cincin terluas dari planet mana pun di tata surya, para ilmuwan mengungkapkan bahwa mereka telah menemukan cincin di sekitar Quaoar (diucapkan “kwar-waar”), sebuah benda kecil di tata surya sekitar setengah ukuran Pluto.
Pada bulan Januari Teleskop Luar Angkasa James Webb mencitrakan cincin di sekitar Chariklo, benda kecil yang serupa.
Gambar terbaru Saturnus adalah bagian dari program tahunan Outer Planet Atmospheres Legacy (OPAL).
OPAL adalah proyek untuk memahami dinamika atmosfer dan evolusi planet raksasa gas luar—Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.
“Berkat program OPAL Hubble, yang membangun arsip data di planet tata surya luar, kami akan memiliki waktu lebih lama untuk mempelajari jari-jari Saturnus musim ini daripada sebelumnya,” kata salah satu ilmuwan NASA Amy Simon, ilmuwan planet senior NASA dan kepala OPAL.
Berharap masyarakat Bumi bisa menyaksikan Saturnus dengan mata telanjang, di atas langit cerah tak dihambat oleh awan. “Lihatlah dari posisi yang terbaik,” ujar Amy Simon seperti dilansir dari Forbes. https://www.nasa.gov/feature/goddard/2023/hubble-captures-the-start-of-a-new-spoke-season-at-saturn
Awal di tahun 2023, Bulan sudah bertemu lagi dengan Mars pada penghujung Januari 2023.
Kemarin, 4 Januari 2023 diatas langit memang sudah diramalkan akan ada fenomena konjungsi akan berlangsung di langit Barat konstelasi Taurus. Saat itu, Bulan dan Mars akan berada di sudut pisah 4,0°–6,2°.
Menurut ORPA/LAPAN, konjungsi Bulan dan Mars bisa disaksikan pada 31 Januari 2023 mulai pukul 18.30 waktu setempat dan bisa disaksikan hingga 1 Februari 2023 pukul 01.30 dini hari waktu setempat.
Fenomena langka Saturnus di Pertengahan Februari 2023
Kesempatan langka. Planet Saturnus berpotensi terlihat dari Bumi pada Februari (13-14-15/7/2023) senja.
Planet itu akan mengalami oposisi dengan Bumi, fenomena ketika dua planet mencapai jarak terdekat satu sama lain karena orbit elipsnya.
Sebelum pada Juli 2019, Saturnus pernah juga mencapai titiknya dekat ke Bumi.
Senja ini, planet tersebut akan mencapai jarak berkisar 1,351 miliar kilometer dari Bumi atau sekitar 10 kali jarak Matahari-Bumi.
Planet bercincin itu akan memiliki magnitudo 0,05. Magnitudo menunjukkan kecerlangan benda langit. Makin kecil magnitudonya, makin terang benda langit dari sudut pandang manusia.
Dengan magnitudo tersebut, meski berjarak jauh, planet terbesar kedua di tata surya itu bisa dilihat dengan mata telanjang.
Tapi jangan berharap terlalu banyak. “Dengan mata telanjang, Saturnus hanya akan terlihat seperti bintang terang.
Jadi, bagi orang awam, menemukan Saturnus bisa jadi sangat membingungkan. Plus, dengan cuaca belakangan, planet tersebut bisa jadi tertutup awan.
Untuk pengamatan lebih baik gunakan teleskop. Dengan teleskop, cincin Saturnus bisa terlihat dengan jelas.
Fenomena oposisi Saturnus sebenarnya punya keberulangan sekitar 1 tahun sekali. Meski demikian, jarak dan magnitudonya ketika oposisi bervariasi.
Oposisi dengan jarak terdekat dan magnitudo paling terang dalam 215 tahun terakhir terjadi pada 13 Januari 2005 ketika jarak yang dicapai adalah 1,208 miliar kilometer dan magnitudonya -0,4.
Bulan Desember nanti, langit akan dihiasi penampakan Jupiter dan Saturnus yang paling dekat dengan Bumi sejak 800 tahun terakhir.
Pernah pada 21 Desember 2020, Jupiter dan Saturnus akan mencapai konjungsi yang terjadi setiap 20 tahun sekali.
Menariknya, pada tahun ini, fenomena tersebut bukan hanya titik balik matahari musim dingin, melainkan juga kesejajaran terdekatnya sejak tahun 1226.
Dengan konjungsi sejajar, Jupiter dan Saturnus akan tampak seperti planet ganda.
Konjungsi antara dua planet ini (Jupiter dan Saturnus) agak jarang, terjadi hanya setiap 20 tahun sekali atau lebih kata astronom Patrick Hartigan dari Universitas Rice.
Konjungsi yang terjadi di tahun 2023 ini merupakan yang paling jarang terjadi karena planet Saturnus berada paling dekat dengan Bumi.
Patrick Hartigan mengatakan, fenomena seperti ini terakhir kali terjadi pada 4 Maret 1226 jauh sebelum fajar.
Tercatat juga pada tahun-tahun sebelumnya, padat minggu ketiga sampai keempat Desember 2020 (16-25 Desember), konjungsi Jupiter dan Saturnus akan mulai terbentuk.
Puncak konjungsi Jupiter dan Saturnus yang sangat dekat dengan Bumi terjadi pada 21 Desember 2020.
Keduanya akan berjarak seperlima diameter Bulan, hanya sekitar 0,1 derajat
Di saat itu, keduanya akan sulit dibedakan sehingga disebut planet ganda.
Namun perlu diingat, karena kedua planet berjarak ratusan juta kilometer satu sama lain, penampakannya di langit akan terlihat seperti titik cahaya terang.
“Pada 21 Desember, mereka akan terlihat seperti planet ganda, jaraknya hanya seperlima diameter bulan purnama,” kata Profesor Hartigan.
“Bila dilihat menggunakan teleskop, kedua planet dan bulan akan terlihat dalam bidang pandang yang sama malam itu.”
Planet ganda adalah sistem biner di mana kedua benda memiliki massa planet.
Pluto dan bulannya Charon adalah satu-satunya sistem planet ganda di Tata Surya kita karena ukuran Charon hampir setengah dari planet kerdil Pluto.
Gas raksasa menyelaraskan setiap 19,6 tahun. Pasalnya, orbit Jupiter 11,8 tahun dan orbit Saturnus 29,5 tahun.
Seperti yang dikatakan Profesor Hartigan, terakhir kali mereka sedekat ini adalah pada abad pertengahan, dan mereka tidak akan sedekat ini lagi hingga 15 Maret 2080.
Faktanya, menurut Hartigan, dalam 3.000 tahun dari 0 M hingga 3000 M, hanya tujuh konjungsi besar yang pernah atau akan lebih dekat dari yang ini, dan dua di antaranya tidak terlihat karena terlalu dekat dengan matahari.
Selama bulan Desember nanti, Jupiter akan menjadi lebih terang di antara keduanya, tetapi matahari mungkin mempersulit pengamatan di beberapa lokasi.
Semakin dekat ke ekuator, semakin baik pemandangannya.
Semakin jauh ke utara, semakin pendek jendela untuk melihat kesejajaran sebelum planet tenggelam di bawah cakrawala.
Waktu terbaik untuk melihatnya adalah dengan teleskop yang mengarah ke barat sekitar satu jam setelah matahari terbenam.
Karena kedua planet itu akan sangat terang pada senja hari, mereka dapat terlihat dari belahan bumi mana saja. Dengan catatan, langit cerah.
Astronom telah menggunakan tiga sistem yang berbeda untuk menentukan kala rotasi Saturnus, meskipun saat ini Sistem III telah banyak tergantikan oleh Sistem II.
Sistem I sendiri memiliki kala rotasi 10j 14m 00d (844.3°/hari) dan mencakup zona khatulistiwa, sabuk khatulistiwa selatan, dan sabuk khatulistiwa utara.
Selain itu, wilayah kutubnya diperkirakan memiliki kala rotasi yang serupa dengan Sistem I. Seluruh garis lintang Saturnus, kecuali wilayah kutub utara dan kutub selatan termasuk ke dalam Sistem II dan kala rotasinya adalah 10j 38m 25.4d (810.76°/hari).
Sistem III merujuk kepada kala rotasi interior Saturnus. Berdasarkan emisi radio Saturnus yang dideteksi oleh Voyager 1 dan Voyager 2.
Sistem III memiliki kala rotasi 10j 39m 22.4d (810,8°/hari).
Lama kala rotasi interior planet ini masih sulit untuk dipecahkan. Saat mendekati Saturnus pada tahun 2004, wahana Cassini menemukan bahwa kala rotasi radio Saturnus telah meningkat cukup pesat, menjadi kira-kira 10j 45m 45d ± j m 36d.
Perkiraan kala rotasi Saturnus (sebagai patokan kala rotasi Saturnus secara keseluruhan) berdasarkan kompilasi berbagai pengukuran dari wahana Cassini, Voyager, dan Pioneer adalah 10j 32m 35d.
Penelitian yang dilakukan terhadap Cincin C menghasilkan kala rotasi 10j 33m 38d + j 1m 52d− j 1m 19d .
Pada Maret 2007, ditemukan bahwa variasi emisi radio dari planet ini tidak cocok dengan kala rotasi Saturnus.
Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh aktivitas geiser pada satelit alami Enceladus.
Uap air yang dilepaskan ke orbit Saturnus oleh aktivitas geiser ini akan bermuatan dan menciptakan hambatan pada medan magnet Saturnus, yang memperlambat rotasinya sedikit relatif terhadap rotasi planet ini.
Saturnus diketahui tidak memiliki satu pun asteroid troya yang mengitarinya.
Terdapat planet minor yang mengitari Matahari di titik Larangian yang stabil, dinamai L4 and L5, terletak pada sudut 60° terhadap Saturnus di sepanjang orbitnya.
Asteroid troya juga telah ditemukan mengitari planet Mars, Jupiter, Uranus, dan Neptunus.
Mekanisme resonansi orbit, termasuk resonansi sekuler dipercayai merupakan penyebab Saturnus tidak memiliki asterid troya.
Tahun awal 2023 peristiwa astronomi yang bisa Anda saksikan.
Pada tanggal 2 Februari 2023 gerhana bulan langka yang berlangsung selama lebih dari 2 jam.
Bulan akan melewati pusat bayangan Bumi dan berubah menjadi merah Pada akhir Maret, Bulan akan melewati bayangannya untuk menciptakan gerhana bulan total yang bisa dilihat di sebagian besar wilayah Amerika.
Interior Saturnus kemungkinan besar terdiri dari inti yang mengandung besi, nikel, dan batuan (senyawa silikon dan oksigen).
Inti Saturnus dikelilingi oleh lapisan dalam yang terdiri dari hidrogen metalik, lapisan menengah yang terdiri dari hidrogen cair dan helium cair, dan lapisan luar yang mengandung gas. Saturnus memiliki rona kuning pucat karena kristal-kristal anonia yang memenuhi atmosfer bagian atasnya.
Arus listrik yang terdapat di dalam lapisan hidrogen metaliknya diperkirakan merupakan penghasil medan magnet Saturnus, yang diketahui lebih lemah dari medan magnet Bumi, tetapi memiliki momen magnetik 580 kali lebih besar dari milik Bumi karena ukuran Saturnus yang lebih besar.
Kekuatan medan magnet Saturnus hanya sekitar 1/20 dari kekuatan medan magnet Jupiter.
Meskipun penampilan atmosfer bagian luarnya tampak biasa, terdapat ketampakan berumur panjang yang memenuhi lapisan atmosfer ini.
Keceoatan angin di Saturnus dapat mencapai 1.800 km/h (1.100 mph; 500 m/s), lebih tinggi dari kecepatan angin di Jupiter, tetapi tidak setinggi kecepatan angin di Neptunus.
Planet Bercincin
Saturnus terkenal dengan sistem cincinnya yang unik, yang sebagian besar terdiri dari partikel-partikel es dengan sedikit puing-puing batu dan debu.
Setidaknya diketahui ada 82 satelit alami yang mengorbit Saturnus, 53 di antaranya telah menerima nama resmi; jumlah ini tidak termasuk ratusan satelit alami minor pada sistem cincinnya.
Titan , satelit alami terbesar Saturnus dan satelit alami terbesar kedua di Tata Surya, memiliki diameter yang lebih besar dari Merkurius, tetapi massa Titan lebih kecil dari massa Merkurius.
Titan juga merupakan satu-satunya satelit alami di Tata Surya yang memiliki atmosfer tebal
Saturnus Raksasa Gas
Saturnus disebut raksasa gas karena hidrogen dan helium merupakan penyusun utama planet ini.
Meskipun tidak memiliki permukaan yang padat, Saturnus diperkirakan memiliki inti yang padat.
Bentuk Saturnus menyerupai sferoid pepat, bola yang bentuknya tertekan pipih di sepanjang sumbu kutub ke kutubnya sehingga terdapat tonjolan di sekitar khatulistiwanya.
Bentuk seperti ini muncul akibat rotasi Saturnus, yang menyebabkan radius khatulistiwa 60.268 km hampir 10% lebih besar dari radius 54.364 km dari kutub ke kutub. Planet raksasa lainnya, Jupiter, Uranus dan Neptunus juga memiliki bentuk semacam ini, tetapi tidak terlalu pepat seperti Saturnus.
Perpaduan antara laju rotasi dengan tonjolan di sekitar bidang khatulistiwa Saturnus menyebabkan gravitasi permukaan 8,96 m/s2 di khatulistiwa 74% lebih tinggi dari gravitasi permukaan di kutub dan lebih rendah dari gravitasi permukaan Bumi.
Akan tetapi, kecepatan lepas Saturnus hampir mencapai 36 km/s, jauh lebih tinggi daripada kecepatan lepas Bumi.
Massa Saturnus
Saturnus adalah satu-satunya planet di tata surya yang massa jenisnya lebih rendah dari massa jenis air (sekitar 30% lebih rendah).
Walaupun Saturnus memiliki inti planet yang jauh lebih padat dari air, planet ini hanya memiliki masa jenis relatif 0,69 g/cm3 karena atmosfernya yang mengandung gas.
Seperti diketahui massa Jupiter 318 kali massa Bumi, sedangkan massa Saturnus 95 kali massa Bumi. Kedua planet ini mencakup 92% total massa seluruh planet di Tata Surya.
Meskipun sebagian besar materi penyusunnya berupa hidrogen dan helium, massa Saturnus tidak berada dalam fase gas karena hidrogen akan menjadi larutan non ideal ketika massa jenisnya berada di atas 0,01 g/cm3.
Hal seperti ini dapat tercapai pada radius yang terdiri atas 99,9% massa Saturnus. Karena temperatur, tekanan, dan kepadatan Saturnus akan terus menerus meningkat sampai kepada intinya, hidrogen akan berubah menjadi logam pada lapisan-lapisan yang lebih dalam.
Saturnus memiliki struktur dalam yang serupa dengan Jupiter, yang tersusun atas inti berbatu kecil yang dikelilingi oleh hidrogen dan helium serta kandungan volatil dalam jumlah kecil.
Inti Saturnus memiliki komposisi yang serupa dengan komposisi inti Bumi, tetapi komposisi inti Saturnus memiliki massa jenis yang lebih besar.
Gaya Gravitasi Saturnus
Pengujian potensial gravitasi Saturnus dengan menggunakan model fisik interiornya telah memungkinkan terciptanya pembatasan massa inti Saturnus.
Pada tahun 2004, para ilmuwan memperkirakan bahwa massa inti Saturnus kira-kira 9-22 kali massa Bumi, sesuai dengan diameternya yang memiliki besar sekitar 25.000 km.
Inti planet, lapisan terluar dan energi Saturnus
Inti planet Saturnus dikelilingi lapisan hidrogen metalik cair yang tebal, diikuti oleh lapisan cair molekul hidrogen jenuh helium yang secara bertahap berubah menjadi gas seiring dengan meningkatnya ketinggian.
Lapisan terluarnya mempunyai ketebalan 1.000 km dan terdiri dari gas.
Saturnus memiliki interior yang panas, suhunya bisa mencapai 11.700 °C pada inti planet, dan planet ini dapat memancarkan energi ke ruang angkasa 2,5 kali lebih banyak daripada energi yang didapatkannya dari Matahari.
Energi termal Jupiter saja yang dihasilkan oleh mekanisme Kelvin – Helmholtz dari kompresi gravitasi yang lambat tidak cukup untuk menjelaskan produksi panas Saturnus karena massa Saturnus lebih kecil dari massa Jupiter.
Diperkirakan bahwa terdapat mekanisme alternatif atau tambahan lainnya yang memungkinkan Saturnus menghasilkan panas melalui “hujan” tetesan helium yang terjadi jauh di dalam interior Saturnus.
Ketika tetesan helium tersebut turun melalui hidrogen dengan massa jenis yang lebih rendah, proses ini akan melepaskan panas melalui gesekan sehingga lapisan luar planet akan kehabisan helium.
Hujan berlian diduga bisa terjadi, hujan turun seperti terjadi di planet Saturnus, seperti halnya juga terjadi di planet Jupiter, dan juga planet raksasa es yakni Uranus dan Neptunus.
Atmosfer luar Saturnus mengandung 96,3% molekul hidrogen dan 3,25% helium, tetapi kandungan helium Saturnus masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kandungan helium yang melimpah di matahari.
.Jumlah unsur-unsur yang lebih berat dari helium (metalisitas) tidak diketahui secara pasti, tetapi jumlahnya diduga setara dengan kelimpahan unsur-unsur primordial dar terjadinya pembentukan tata surya.
Total massa unsur-unsur tersebut diperkirakan 19-31 kali massa Bumi, dan sebagian besar massanya terkonsentrasi di daerah inti Saturnus.
Jejak-jejak amonia, asetilena, etana, propana, fosfina dan metana juga ditemukan di atmosfer Saturnus.
Atmosfer Saturnus
Awan atas Saturnus terdiri dari kristal amonia, sedangkan awan bawah tampaknya terdiri dari amonium hidrosulfa (NH4SH) atau air.
Radiasi ultraviolet dari matahari menyebabkan terjadinya fotolisis metana di atmosfer atas, yang mengarah pada terjadinya serangkaian reaksi kimia hidrokarbon yang membentuk pusaran (eddy) dan difusi pada atmosfernya.
Siklus fotokimia ini dipengaruhi oleh siklus musiman tahunan Saturnus
Atmosfer Saturnus menunjukkan keberadaan pola pita yang mirip dengan Jupiter, tetapi pita Saturnus jauh lebih redup dan jauh lebih luas di dekat bidang khatulistiwanya.
Adapun istilah yang digunakan untuk menggambarkan pola pita ini sama seperti istilah yang digunakan di Jupiter.
Wahana antariksa Voyager berhasil mengamati pola awan halus Saturnus yang belum pernah teramati sebelumnya ketika wahana tersebut terbang melewati Saturnus pada tahun 1980-an.
Sejak saat itu kemajuan teleskop telah memungkinkan pengamatan dapat dilakukan secara rutin dari Bumi.
Komposisi awan Saturnus bervariasi sesuai dengan kedalaman dan tekanannya. Pada lapisan awan atas, suhu berada pada kisaran 100-160 K.***