Jakarta, EDITOR.ID,- Sungguh miris sekali. Penggunaan anggaran negara jadi bancakan birokrat kita. Uang yang seharusnya menjadi hak orang miskin di belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) justru banyak dihabiskan untuk penyelenggaraan kegiatan rapat, Bimbingan Teknis, Studi Banding, literasi yang isinya hanya jalan-jalan ke luar kota hingga bisa menghasilkan SPJ.
Hal ini disentil oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Abdullah Azwar Anas. Mantan Bupati Banyuwangi ini mengkritik penggunaan anggaran kemiskinan di Kementerian/Lembaga yang terbuang sia-sia untuk rapat dan studi banding.
Menpan RB Abdullah Azwar Anas mengungkapkan anggaran pemerintah Joko Widodo yang digelontorkan hingga Rp500 triliun justru banyak dihabiskan oleh birokrasi lembaga dan kementrian hanya untuk kegiatan rapat hingga studi banding yang tak berdampak langsung pada masyarakat.
“Hampir Rp 500 triliun anggaran kita untuk anggaran kemiskinan yang tersebar di kementerian dan lembaga (KL), tapi tidak in line dengan target Pak Presiden karena, K/L sibuk dengan urusan masing-masing,” papar Anas sebagaimana dilansir detikcom, Jumat (27/1/2023).
“Programnya kemiskinan, tapi banyak terserap ke studi banding kemiskinan. Banyak rapat-rapat tentang kemiskinan. Ini saya ulangi lagi, menirukan Bapak Presiden, dan banyak program studi dan dokumentasi kemiskinan sehingga dampaknya kurang,” sambung politisi NU ini.
Anas mengatakan, apabila pengawasan terhadap tata kelola tidak diperhatikan, kondisi tersebut berpotensi akan terus terjadi secara berulang. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukannya ialah dengan penerbitan PermenPANRB No.1/2023.
“Yang terjadi adalah ketika akhir tahun sibuk menghabiskan anggaran meski tidak in line dan berdampak ke prioritas Pak Presiden. Maka, tata kelolanya inilah yang akan kita pelototin, bukan bantuannya. Jadi kita akan pantau tata kelolanya,” ujar Anas.
Salah satu upayanya juga tercermin dari indeks penilaian reformasi birokrasi (RB) di instansi. Anas menegaskan, kini nilai RB akan mengacu pada dampak di masyarakat.
Sebagai contoh dalam hal pengentasan kemiskinan, peningkatan RB bisa didapatkan apabila di daerah tersebut terlihat adanya penurunan kemiskinan. Kini, segalanya menjadi lebih terukur.
“Untuk RB-nya naik tidak harus undang konsultan dan rapat di hotel-hotel supaya RB naik. RB itu dampak, bukan sekedar di kertas. Teman-teman di Kemen PANRB, kita rombak paradigmanya, dampak ini yang kita ukur,” ujarnya.
Sementara dari segi efisiensi anggaran, Anas juga tengah mendorong peningkatan digitalisasi birokrasi.