EDITOR.ID, Jakarta,- KH Abdurrahman Wahid merupakan sosok santri kelana yang telah mengaji di berbagai pondok pesantren, seperti Tambak Beras, Denanyar, Krapyak, hingga Tegal Rejo. Tak ayal, putra sulung KH Abdul Wahid Hasyim itu begitu alim dalam pengetahuan keagamaannya. Puncaknya adalah ia menjadi manusia.
“Dalam ilmu agama, puncak dari pada orang alim itu kalau dia sudah menjadi manusia,” ujar sahabat karibnya, KH Ahmad Mustofa Bisri saat memberikan tausiyah pada Haul Kesepuluh Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (28/12/2019).
Pasalnya, tak sedikit orang yang tidak menjadi manusia seutuhnya. Terlebih mereka, katanya, yang tidak tuntas mengajinya. “Kalau belum, masih buaya,” katanya sebagaimana dilansir dari NU Online.
Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin itu menjelaskan bahwa Gus Dur istiqomah menjadi manusia.
Hal itu ditunjukkan dengan apa yang disampaikannya melalui pembicaraan dan tulisannya, serta dalam lakunya. Sebab, banyak orang yang merasa sudah pintar dan hebat memperlakukan orang sama dengan ukuran dirinya.
Ahli wiridan misalnya, ia mencontohkan, memberikan wirid kepada orang agar dibaca 35 ribu kali usai shalat. Gus Dur, sebagaimana Nabi, memberi nasihat sesuai kadar orang tersebut.
“Manusia seperti Kanjeng Nabi Muhammad yang mengerti manusia, manusia yang memanusiakan manusia,” katanya menyebut sosok karibnya itu. Karena konsistensinya itu, Gus Dur diperingati kewafatannya.
Berbeda dengan Nabi Muhammad saw yang maksum, tak berdosa, sehingga diperingati kelahirannya.
“Tapi kalau kiai itu ditunggu sampai tutup buku karena survei membuktikan banyak orang semula baik tiba-tiba menjadi buruk Kalau ternyata istiqomah konsisten sampai wafat baru umat masyarakat memperingati,” ujar Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.
Hadir pada kegiatan ini Menkopolhukam Mahfud MD, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar, Menteri Agama 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin, KH Husein Muhammad, Alwi Shihab, dan tokoh-tokoh agama dan masyarakat lainnya. (nu/tim)