Makna Dari Misteri Selama ini Soal Politik Mutakhir Tanah Air. Ini adalah Jawaban yang Bersifat Bahasa Pesan Tersirat Kenapa dan Kenapa ada Perubahan Dalam Konstelasi Politik
EDITOR.ID, Jakarta,- Lamun Sira Sekti Aja Mateni, kalimat falsafah Jawa ini memiliki makna sangat dalam sekali. Artinya, meski Kita ini sekarang menjadi orang Kuat Tapi Jangan Mendzalimi Orang Lain. Falsafah Jawa tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo dalam sebuah pidatonya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pepatah Jawa yang berbunyi ‘lamun sira sekti, aja mateni’.
Pihak Istana Kepresidenan menjelaskan konteks politik terbaru di balik penyataan Jokowi.
‘Lamun sira sekti, aja mateni’ bila diartikan secara langsung berarti ‘Meski Anda sakti, tapi jangan membunuh’. Bila dialihbahasakan, maknanya adalah ‘Meskipun kuat, jangan menjatuhkan’. Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden (KSP), Eko Sulistyo, menjelaskan tafsir politiknya.
“Dalam konteks politik sekarang ini, meskipun beliau sebagai pemenang tapi dia tidak merendahkan. Ini pesan moral dari nilai kepemimpinan Jawa,” kata Eko kepada detikcom, Minggu (21/7/2019).
Jokowi, sebagaimana diketahui, adalah Presiden terpilih 2019-2024. Dia juga adalah petahana, kepala negara dan pemerintahan.
Namun Jokowi tidak merendahkan rivalnya yang kalah di Pilpres 2019, Prabowo Subianto. Meski begitu, Eko tidak menafsirkan pernyataan Jokowi ‘lamun sira sekti, aja mateni’ dengan proses rekonsiliasi dengan Prabowo.
“Saya kira tidak terkait ya. Ini pesan moral yang umum,” kata Eko.
Kata ‘mateni’ dalam petuah Jawa yang dikutip Jokowi itu menurutnya bukan berarti ‘membunuh’ dalam artian sebenarnya.
Dalam pemahaman masyarakat Jawa tempat Jokowi dibesarkan, orang Jawa itu mati bila dipangku. Ini terkait dengan cara penulisan huruf Jawa, untuk mematikan bunyi aksara Jawa maka harus dibubuhi tanda pangku.
“Dalam masyarakat Jawa, kalau orang mateni itu dipangku,” kata Eko.
Siapa pihak yang bisa dipangku Jokowi namun Jokowi memilih tidak memangkunya? Tak ada penjelasan lebih lanjut. Yang jelas, Jokowi lekat dengan nilai-nilai Jawa.
“Ungkapan itu adalah ajaran moral, kearifan, kebajikan yang teruji zaman dan maknanya dalam, maka abadi dalam ingatan kolektif wong Jawa, sebagaimana Pak Jokowi diasuh dalam budaya Jawa. Itu bagian dari pitutur luhur Jawa yang sudah menjadi memori kolektif masyarakat (Jawa),” tutur Eko.