EDITOR.ID, Jakarta,- Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana, Rabu (9/3/2022) melakukan ekspose dan menyetujui 9 (sembilan) dari 10 (sepuluh) Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri JAM Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda) Agnes Triani, S.H., M.H., Koordinator pada JAM Pidum, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Selatan, Kajati Sulawesi Tenggara, Kajati Jawa Barat dan para Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat Oharda.
9 (sembilan) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut yakni Tersangka Santi binti Abdullah dari Kejari Wajo yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, Tersangka Nasrun alias Tayang bin Mattingrang dari Kejari Wajo yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian, Tersangka Asbar bin Baso dari Kejari Bulukumba yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, Tersangka Irsandi bin H. Nur Ali dari Kejari Bulukumba yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, Tersangka Ismail alias Maing bin Nure dari Kejari Bulukumba yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, Tersangka Hermawan alias Wawan bin Sirajuddin dari Kejari Pinrang yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Tersangka Ramli dari Kejari Makassar yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
Selanjutnya atas nama Tersangka Riyan Hariyanto, Tersangka Amung Juheri, Tersangka Dedi Suhendi, Tersangka Encep Santoni dan Tersangka Sunarya alias Abah bin Alam (almarhum) dari Kejari Kota Bandung yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan dan Tersangka Muhidin alias LA Karatus bin LA Dunaini dari Kejari Buton yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana atau belum pernah dihukum, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi, Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif.
?Dalam perkara Tersangka Asbar bin Baso dan Tersangka Irsandi bin H. Nur Ali serta Tersangka Hermawan alias Wawan bin Sirajuddin, antara Tersangka dan korban memiliki hubungan keluarga,? tulis Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Dr. Ketut Sumedana melalui keterangan tertulis, Rabu (9/2/2022).
Kemudian JAM Pidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor 01 tanggal 10 Februari 2022, sebagai perwujudan kepastian hukum.
Sementara itu, dalam perkara atas nama Tersangka Nurhalimah alias Uni yang disangka melanggar Pasal 330 Ayat (2) KUHP tentang penculikan tidak dikabulkan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dikarenakan perkaranya diancam pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun.
?Dimana tidak sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang mengatur bahwa perkara dapat dihentikan penuntutannya apabila ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun,? tutup Kapuspenkum Dr. Ketut Sumendana.