Jakarta, EDITOR.ID,- Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra mengaku cukup prihatin dengan aksi Guru Besar Filsafat STF Driyarkara Franz Magnis Suseno membuat karangan dan narasi untuk mendiskreditkan, menyalahkan dan memfitnah Presiden Jokowi sebagai penjahat dan melanggar etika.
Opini dan narasi soal Jokowi itu diutarakan Romo Magnis Suseno saat dihadirkan untuk memberikan keterangan selaku ahli di sidang sengketa hasil Pilpres 2024 Mahkamah Konstitusi (MK).
Yusril mengatakan, pihaknya sebenarnya menghormati keputusan penggugat, pasangan Ganjar-Mahfud, menghadirkan Frans Magnis atau Romo Magnis untuk menjadi ahli dalam persidangan. Pihak Prabowo-Gibran sebenarnya berharap Romo Magnis sebagai filsuf dan pastur Katolik untuk memberikan pendapat filosofis dan normatif.
“Tapi sangat disayangkan ada beberapa judgement, presiden melanggar ini, melanggar ini, kejahatan, yang saya kira tidak dalam posisi seperti itu seorang saksi dihadirkan,” kata Yusril kepada wartawan usai sidang diskors, Selasa (2/4/2024).
Pakar hukum tata negara itu menegaskan, guru besar filsafat seharusnya menyampaikan pandangan filosofis dan akademis, bukan malah memvonis Presiden melakukan kesalahan. Yusril menyerahkan kepada majelis hakim MK untuk menilai keterangan Romo Magnis tersebut.
Keterangan Romo Magnis
Romo Magnis dalam keterangannya di persidangan menyebut, apabila presiden menggunakan kekuasaannya untuk menguntungkan pihak tertentu, berarti si presiden mirip dengan mafia
Dia lantas menyebut bahwa seorang presiden melanggar etika berat apabila mengerahkan ASN, polisi dan tentara untuk mendukung pasangan capres-cawapres tertentu. Dia juga menyebut bahwa presiden “amat memalukan” apabila menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan keluarganya.
Lebih lanjut, Romo Magnis menyebut bahwa kalau presiden dengan kekuasaannya mengambil dan membagikan bansos dalam rangka kampanye untuk memenangkan pasangan capres-cawapres tertentu, maka tindakan tersebut merupakan pencurian dan pelanggaran etika. “Mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang tunai dari kas toko,” ujarnya.
Kepada wartawan usai persidangan, Romo Magnis menyebut presiden seperti mafia itu contohnya adalah pemimpin Jerman dulu, Adolf Hitler. Adapun Jokowi, menurut dia, bukan mafia.
“Jokowi jelas bukan mafia. Jokowi dalam banyak sudut juga masih banyak saya kagumi tetapi tentu pertanyaan-pertanyaan etika perlu dijawab,” ujarnya.
Romo Magnis menegaskan, keterangan yang ia sampaikan dalam persidangan merupakan penjelasan terkait etika dalam politik. Dirinya tidak memberikan penilaian atas kehidupan politik di Indonesia karena memang tidak punya keahlian penuh terkait isu tersebut.