#Dalam kasus BLBI, Anda memandang ajaran ini sebagai kasih sayang?
Benar, yang condong kepada rakyat, bangsa dan negara dengan memberikan pemulihan dalam bentuk pengembalian kerugian keuangan negara yang akan dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat Indonesia.
Teori dualisme perlindungan yang termaktub dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 kiranya cukup menjelaskan fungsi peradilan tata usaha negara tidak semata-mata memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan, tetapi juga melindungi hak-hak masyarakat.
Dalam konteks kasus BLBI, putusan peradilan tata usaha negara selayaknya tidak hanya berfokus pada perlindungan hak perseorangan para obligor, tetapi juga pada perlindungan hak-hak masyarakat yang dijelmakan oleh peraturan, keputusan dan tindakan satgas BLBI.
#Berpijak pada paradigma itu, Apa yang Anda renungi?
Saya mencoba merenungi makna hakiki dari teori hukum progresif yang digawangi oleh Satjipto Rahardjo. Hasil dari perenungan, bahkan upaya dialog imajiner dengan gagasan Satjipto Rahardjo itu melahirkan kesimpulan bahwa hukum progresif sejatinya lebih berorientasi pada penegakan keadilan substantif.
Apabila aspek prosedural dan hukum acara secara nyata menjadi penghambat tegaknya keadilan substantif itu, maka aspek prosedural dan hukum acara itu dapat ditabrak dan dikesampingkan.
#Jadi, seandainya Prof Tjip saat ini masih hidup Anda secara langsung akan menemui beliau dan mengucapkan terima kasih?
Ya. Karena teori hukum progresif yang dikembangkannya telah menjelma menjadi inspirasi dan garis pedoman saya dalam membangun konstruksi hukum putusan-putusan saya.
Saya akan bercerita kepada beliau betapa saya merasakan menerapkan teori hukum progresif dalam putusan ternyata lebih mudah dibanding memahaminya dari teks-teks literatur hukum semata.
Tanpa inspirasi teori hukum progresif, paradigma, cara dan metodologi berfikir saya belum tentu akan berujung pada kesimpulan yang sama.
#Bagaimana dengan aspek prosedural dan hukum acara dalam keadaan tertentu dapat ditabrak dan dikesampingkan?
Gagasan ini tentu tidak boleh dilakukan serampangan dan harus dilakukan dengan sangat hati-hati, didasarkan pada hati yang tulus dan jiwa yang bersih demi mewujudkan keadilan dan hukum itu sendiri.
Tindakan itu, dapat dilakukan apabila tercukupi dua syarat: pertama, terjadinya kebuntuan hukum. Kedua, ada kepentingan masyarakat banyak dan kepentingan lingkungan yang bersifat memaksa.
#Kembali ke kasus BLBI, bagaimana?
Dalam kasus BLBI tidak terhitung lagi putusan pengadilan perdata maupun putusan pidana yang dijatuhkan bagi obligor BLBI. Namun pada faktanya, hak tagih negara terhadap dana BLBI tetap tidak selesai dan kerugian negara tetap tidak dapat dipulihkan.