EDITOR.ID, Jakarta,- Panglima TNI Hadi Tjahjanto Nopember 2021 nanti sudah berusia 58 tahun. Artinya akan ada suksesor di jabatan tertinggi di Tentara Nasional Indonesia (TNI). Meski jabatan pucuk pimpinan TNI mutlak berada di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi), namun analisa bursa kursi calon Panglima TNI selalu menarik untuk menjadi perbincangan publik.
Koordinator Public Watch Integrity (PWI) SS Budi Rahardjo, SE MM memiliki prediksi perihal jabatan orang nomor satu di TNI. Dia melihat, dari perspektif kepentingan politik Pemilu 2024 dan dinamika besarnya anggaran pembelanjaan alutsista. Meski alokasi anggaran ini menjadi ranah di tubuh Kementrian Pertahanan.
Public Watch Integrity menyebut Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) lebih punya kans dibanding Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Namun, Ada ?Kuda Hitam Pilpres 2024?. Apa maksudnya?
?Laksamana Yudo Margono dan Jenderal Andika Perkasa adalah putra terbaik bangsa, yang layak menjadi Panglima TNI. Namun Marsekal Fadjar Prasetyo juga memenuhi syarat menjadi Panglima TNI,? ungkap SS Budi Rahardjo dari Public Watch Integrity (PWI).
Berdasarkan data yang dihimpun dari Public Watch Integrity, sebuah Lembaga Pemantau dan Pengkajian Kebijakan Publik mencatat, KSAD Jenderal Andika Perkasa merupakan kelahiran 21 Desember 1964. Sedangkan KSAL Laksamana Yudo Margono kelahiran 26 November 1965. Dan KSAU, Marsekal Fadjar Prasetyo kelahiran 9 April 1966.
Menurut pandangan SS Budi Rahardjo, Presiden Jokowi selaku Panglima tertinggi TNI akan dihadapkan dengan usulan dari partai untuk memilih Panglima TNI, pengganti Hadi Tjahjanto. Di sela-sela rumors mengenai ketidakcocokan Jenderal Andika Perkasa dengan Panglima TNI yang sekarang.
Situasi dimana Andika Perkasa yang tak cocok dengan Panglima TNI Hadi Tjahjanto seakan menjadi ?batu sandungan?.
“Disebut, secara kasat mata jarang atau hampir tak pernah Hadi dan Andika melakukan giat bersama. Sementara jelas, Hadi adalah orang yang dipercaya Jokowi saat ini,” papar Budi Rahardjo dalam analisanya.
Tak ingin membahas rumors mengapa ?perang dingin? itu terjadi.
Yang jelas, lanjut Budi Rahardjo, Jokowi ingin menunaikan tugasnya dengan aman di tengah isu terorisme dan isu agama atau separatisme sengaja disebar oleh antek asing. Panglima haruslah orang yang memberi rasa aman juga di bangsa ini.
“Jelang Marsekal Hadi Tjahjanto pensiun, tak lagi berdinas aktif sebagai tentara. Sepertinya rekomendasi diberikan kepada Yudo Margono yang dikenal TNI dengan segudang prestasi. Jenderal yang humble dan gaul dengan media massa, dekat dengan ulama dan pimpinan agama serta giat kerja,” tegas Budi Jojo, sapaan akrab SS Budi Rahardjo.
Yudo Margono merupakan Perwira Tinggi TNI Angkatan Laut yang lahir di Madiun, 26 November 1965. Ia lulus Akademi Angkatan Laut (AAL) pada tahun 1988 dan merupakan angkatan ke-33.
Menurut Budi Rahardjo, Yudo Margono termasuk sosok yang sudah kenyang pengalaman di bidang militer. Yudo pernah didapuk menjadi Komandan KRI Ahmad Yani-351 pada tahun 2006. Ia juga pernah menjabat Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Sorong tahun 2008.
Dua tahun kemudian, ia ditunjuk menjadi Komandan Satuan Kapal Cepat Koarmatim tahun 2010. Lalu menjadi Komandan Satuan Kapal Eskorta Koarmatim di tahun 2011. Selanjutnya di tahun 2012, dipercaya untuk menjadi Komando Latihan Koarmabar tahun 2012 dan Paban II Sopsal tahun 2014.
Pada tahun 2015 Yudo Margono menjabat sebagai Komandan Lantamal I Belawan. Tahun 2016 menjabat Kepala Staf Koarmabar. Kemudian di tahun 2017 menjabat sebagai Panglima Komando Lintas Laut Militer (Pangkolinlamil).
Yudo juga pernah dipercayakan menjabat Panglima Komando Armada I (Pangkoarmada I) tahun 2018 dengan pangkat laksamana muda saat masih menjabat sebagai Panglima Kolinlamil.
Setelah pangkatnya naik menjadi bintang dua, ia dipercaya menjadi Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I pada 2019.
Untuk menunjang pengetahuannya, berbagai pendidikan militer telah ditempuh oleh Laksamana TNI Yudo selain di AAL. Seperti Sus Paja (1988), Sus Korbantem (1989), Sus Perencanaan Operasi Amphibi (1990), Sus Pariksa Angkatan-18 (1992), Dikspespa Kom Angkatan-9 (1993), Diklapa-II/Koum Angkatan-11 (1997), Seskoal Angkatan-40 (2003), Sus Keankuman TNI AL (2007), Sesko TNI Angkatan-38 (2011) dan Lemhannas RI (PPSA) Angkatan-52 (2014).
Yudo juga tergolong perwira TNI AL yang cukup berprestasi dan banyak berjasa bagi Indonesia. Atas jasa-jasanya, ia telah menerima berbagai tanda jasa bintang dan satya lencana. Antara lain Bintang Yudha Dharma Pratama, Bintang Yudha Dharma Nararya, Bintang Jalasena Pratama, Bintang Jalasena Nararya, Satya Lencana VIII, Satya Lencana Kesetiaan XVI.
Ia juga mendapat Satya Lencana Kesetiaan XXIV, Satya Lencana Dwidya Sistha, Satya Lencana Kebaktian Sosial, Satya Lencana Wira Dharma (perbatasan), Satya Lencana Wira Nusa, Satya Lencana Dharma Nusa dan Satya Lencana Dharma Samudera.
Terakhir kali TNI Angkatan Laut mendapat giliran menjadi Panglima TNI adalah tahun 2013 atau 7 tahun lalu.
Artinya, kandidat dari TNI AL lebih berpeluang, kecuali memang Jokowi punya ?agenda? lain dengan menantu dari Jenderal (purn) Hendroproyono, yang disebut punya ?keringat? juga di pemerintahan Jokowi.
Sosok jenderal Andika Perkasa bukan saja calon Panglima TNI tapi disebut-sebut bisa menjadi ?Kuda Hitam Pilpres 2024.?
Public Watch Integrity mengingatkan, dilihat dari syarat ketentuan UU, secara otomatis KSAD, KSAL, dan KSAU adalah calon Panglima TNI.
Pasal 13 ayat 4 UU TNI menyebutkan: ?Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan?.
Jika diksi: ?Dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan?, maka peluang KSAL Laksamana Yudo Margono paling berpeluang.
Alasannya, panglima saat ini berasal dari TNI AU, sedangkan TNI AL terakhir kali mendapat giliran menjadi Panglima TNI di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yakni Laksamana Agus Suhartono yang menjabat dari tahun 2010 hingga 2013.
Jadi PWI menyebut, ?tradisi? pergantian panglima TNI secara bergantian dari ketiga angkatan mulai diberlakukan sejak era Presiden Abdurahman Wahid hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Catatan pingggirnya semacam ini. Tentunya mengacu pada UU TNI. Batas akhir masa kedinasan prajurit TNI adalah 58 tahun.
Setidaknya, dalam catatan Budi Rahardjo ada poin penting yang perlu dipertimbangkan Jokowi untuk menunjuk Panglima TNI setelah Hadi Tjahjanto.
Pertama tentang kebutuhan TNI di masa mendatang, setidaknya sampai Jokowi lengser pada 2024. Kedua, perihal keinginan Jokowi untuk mengubah TNI seperti apa sesuai kebutuhan pemerintah.
Ketiga ketersediaan sumber daya manusia dari tiga Matra, yang ke empat itu soal strategi pertahanan mau seperti apa.
Menurut Budi Jojo, jika Jokowi melihat dari perspektif kebutuhan internal TNI, sesuai dengan Undang-Undang nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, posisi panglima dijabat bergiliran oleh setiap matra.
Dan daftar Panglima TNI yang digilir antar matra secara bergantian merujuk pada UU TNI sejak era reformasi adalah :
- Laksamana TNI Widodo Adi Sutjipto (26 Oktober 1999 sampai 7 Juni 2002)#TNI Angkatan Laut
- Jenderal TNI Endriartono Sutarto (7 Juni 2002 sampai 13 Februari 2006)#TNI Angkatan Darat