EDITOR.ID, Semarang,- Profesi advokat kembali mendapat ujian. Kali ini ada seorang oknum advokat atau pengacara bernisial IP ditangkap Tim Gabungan Jatanras Polda Jawa Tengah dan Polres Batang.
Penangkapan dilakukan akibat IP diduga melakukan penipuan dan pemerasan terhadap anggota Polri dengan modus surat praperadilan.
Seiring menyangkut profesi pengacara, pihak Polda Jawa Tengah juga akan berkoordinasi dengan organisasi advokat sehingga kasus IP tidak mencederai atau menodai profesi advokat secara umum.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah Kombes Pol Djuhandani Raharjo Puro, menyatakan penangkapan dilakukan setelah pihaknya menerima laporan adanya tindak penipuan dan pemerasan yang dilakukan oleh IP baik terhadap warga sipil maupun perwira polisi.
“Bahwa sebagaimana fakta yang didapat salah satu cara tersangka ini melakukan aksinya dengan mendatangi para pihak yang sedang berperkara di kepolisian, kemudian membuat surat kuasa khusus,” kata Djuhandani dalam konferensi pers di Mapolres Batang, Kamis (03)02/2022).
Korban penipuan dan pemerasan IP itu terdiri atas sejumlah warga sipil bahkan beberapa perwira Polisi.
Jumlah Korban
Dari hasil penyelidikan sementara, ada sedikitnya 50 surat praperadilan dibuat tersangka IP.
Yang paling banyak terjadi di Salatiga, Boyolali, Kendal, dan Batang. Untuk setiap kasusnya tersangka meminta imbalan minimal Rp50 juta.
Polisi masih terus mendalami penyidikan terhadap tersangka IP, termasuk mencari tahu ada tidaknya tersangka lain. Pengacara ini memanfaatkan surat pra peradilan untuk menipu sejumlah pihak bahkan aparat polisi juga ada yang terkena.
Modus Pelaku
Tersangka menyoroti beberapa kasus yang pernah ia dampingi sebagai pengacara. “Tersangka menyoroti beberapa kasus yang pernah didampinginya,” papar Djuhandani.
Bila suatu kasus berakhir kekeluargaan atau Restorative Justice (RJ), tersangka membuat surat praperadilan principal yang tanpa surat kuasa siapapun dengan isi materi mempertanyakan penyelesaian kasus yang disebutnya merugikan korban
Surat praperadilan tersebut kemudian dikirimkan ke Polres terkait, hingga ke Propam Polda Jawa Tengah. Tujuannya, membuat pihak-pihak yang disebutkan di surat praperadilan, termasuk penyidik polisi ketakutan dan berharap agar pengacara itu mencabut surat praperadilannya.
“Dari sinilah, tersangka mengeluarkan jurusnya untuk meminta uang,” ucap Djuhandani.
Salah satu korbannya adalah salah satu perwira di Polres Batang. Perwira itu dipersoalkan lantaran menyelesaikan permasalahan perebutan tanah yang dilakukan secara damai. Bahkan, IP menuding perwira itu menerima uang suap Rp 50 juta.
Perwira polisi itu sempat diproses oleh penyidik internal dan ternyata tudingan itu tidak benar. Polisi justru menemukan bahwa sejumlah dokumen yang digunakan oleh IP adalah palsu, termasuk surat kuasa yang digunakannya.
Dalam penelusuran lanjutan, IP ternyata sudah beberapa kali melakukan hal serupa sejak 2020 lalu. Pengacara itu telah melakukan aksinya belasan kali seperti di Batang, Boyolali, dan Salatiga.
“Dari sekitar 16 kali gugatan praperadilan yang diajukan tersangka IP banyak yang tidak dihadiri pemohon sehingga setelah sidang dibuka langsung ditutup dan beberapa di antaranya dicabut,” jelas Djuhandani.
Ditambahkan Djuhandani, IP juga merupakan residivis perkara penggelapan dan dua kali menjalani hukuman di PN Klaten. Akibat perbuatannya tersebut, IP dikenakan pasal 263 ayat 1, ayat 2 KUHP junto pasal 317 KUHP, junto pasal 220 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun.
Kapolres Batang AKBP Irwan Santoso mengatakan dari pemeriksaan diketahui bila praperadilan yang dibuat tersangka tak direspons pihak yang berperkara.
Maka tersangka langsung mengabaikannya dengan tidak mendatangi Sidang Praperadilan di Pengadilan sehingga oleh Hakim langsung dinyatakan gugur.
?Dia tinggalkan begitu aja,? ujar Djuhandani. (tim)