Jakarta, EDITOR.ID,- Usai Operasi Tangkap Tangan terhadap 10 orang terkait kasus suap pengadaan barang dan jasa di Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Kabasarnas) tahun anggaran 2021-2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kronologis dan modus suapnya.
Kepala Basarnas RI Marsekal Madya TNI, Henri Alfiandi menggunakan kode saat menerima setoran dana suap bernilai hampir satu miliar. Kode tersebut menggunakan istilah ‘Dana Komando’ atau Dako.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan, desain dan pola pengondisian pemenang tender di internal Basarnas yakni MG, MR dan RA melakukan kontak langsung dengan PPK Satuan Kerja terkait.
Selanjutnya, nilai penawaran yang dimasukkan hampir semuanya mendekati nilai HPS atau harga perkiraan sendiri. Sementara, terkait teknis penyerahan uang diistilahkan dengan kode rahasia “Dako” atau Dana Komando (Dana Komando) untuk Henri lewat Afri.
Selanjutnya, atas persetujuan MG selaku komisaris memerintahkan MR untuk menyiapkan dan menyerahkan uang sejumlah Rp 999,7 juta secara tunai di parkiran salah satu bank yang ada di Mabes TNI. “Sedangkan RA menyerahkan uang sekitar Rp 4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank,” ujar Alex Marwata dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (26/7/2023).
Atas penyerahan sejumlah uang tersebut, Alex menuturkan, perusahaan MG, MR dan RA dinyatakan sebagai pemenang tender.
KPK telah menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka dugaan suap. Penetapan status hukum Henri berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 11 orang di Jakarta dan Bekasi pada Selasa (25/7/2023).
Setelah dilakukan penyidikan, KPK telah menetapkan 5 orang yang ditangkap tersebut sebagai tersangka. 3 orang dari pihak swasta dan dua lainnya anggota TNI aktif. Salah satunya adalah Henri yang merupakan perwira tinggi bintang tiga TNI Angkatan Udara itu.
Keempat tersangka lainnya adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG), Dirut PT Intertekno Grafika Sejati, (IGK) Marilya (MR), Dirut PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil (RA), dan Korsmin Kabasarnas RI Afri Budi Cahyanto (ABC).
Para terduga pemberi suap, yakni Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.