Turunkan Tarif BBM Saat Korona,Mampukah Jokowi?

EDITOR.ID,Jakarta,-

Dalam keadaan pandemi Covid-19 seperti kesulitan ekonomi yang dialami tiap warga terasa sekali sehingga  apabila kita mendapatkan harga bahan pokok dan fasilitas prasarana yang murah. Lebih-lebih kalau harga BBM (Bahan Bakar Minyak) turun dari harga saat ini. Mengutip oilprice.com, harga minyak mentah dunia saat ini menurun tajam namun pemerintah belum menurunkan harga BBM. Padahal harga minyak mentah jenis Brent Crude berada di level USD 28,08 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) anjlok ke level USD 18,27 per barel pada Hari Sabtu (19/04/2020).

Banyak pihak meminta pemerintah segera menurunkan tarif BBM seiring dengan menurunnya harga minyak dunia yang terakhir di terima informasinya,namun hingga kini belum terealisasi.

“Turunnya harga minyak dunia seharusnya diiringi penurunan harga BBM di dalam negeri, terutama jenis BBM Premium,”ucap Mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.

Secara Algoritma Rudi, harga keekonomian BBM kelas premium (pertamax) turun dari Rp8.400 per liter menjadi sekitar Rp4.800 hingga Rp5.000 per liter.

Kala itu harga minyak mentah diasumsikan berada di level USD 105 per barel, dengan kondisi nilai tukar rupiah masih kuat di level Rp 10.000 per dolar Amerika Serikat.

Sedangkan saat ini kondisi pasar global  jauh berbeda. Rupiah melemah terhadap AS di level Rp 16.000 dan harga minyak dunia diasumsikan USD 40 per barel.Lanjut, Rudi memaparkan, bila menggunakan parameter baru yang sedang terjadi yaitu USD senilai Rp16.000 dan harga minyak USD 35/barrel, maka harga minyak mentah setara Rp3.500, ditambah biaya pengolahan, transportasi, dan PPn maka bisa menjadi Rp4.500. Bila ditambah keuntungan Pertamina 10%, maka akan menjadi seharga Rp5.000.

Dalam menjaga kelangsungan wewenang Pertamina untuk menjaga satu harga sampai ke pelosok Nusantara ditambah menutupi penurunan pendapatan di sisi hulu maka masih pantas ditambah lagi dengan nilai Rp500 – 1.000 per liter BBM.

“Artinya, harga yang dijual ke masyarakat Rp5.500 – 6.000 adalah harga yang sudah memasukkan segala macam aspek sehingga Pertamina mendapat perlindungan dan masyarakat juga membeli dengan harga yang wajar dan masih terjangkau,” terangnya.

lanjut, pemerintah harus bijak menyikapi nilai jual-nya kepada masyarakat, di satu sisi jangan sampai ada kesan mengeksploitasi masyarakat dengan memberi harga terlalu tinggi jauh dari nilai keekonomian.

“Tapi jangan juga terlalu rendah sehingga membutuhkan subsidi yang tinggi dari pemerintah,” terang Mantan Wamen ESDM di era SBY ini.

Sebagai perbandingan, saat ini di negara tetangga Malaysia harga Ron 95 (Pertamax) adalah 1,25 Ringgit atau setara dengan Rp4.500 per liter. Jadi wajar kalau di Indonesia dijual dengan harga Rp5.500.

“Jangan sampai anugerah harga minyak dunia turun tidak dirasakan dan dinikmati masyarakat Indonesia, tetapi hanya dinikmati oleh pemerintah dan BUMN saja,” tutur Rudi.

Rudi menilai kondisi ini akan berefek pada APBN yang tidak surplus dari sektor minyak dan gas. Karena Indonesia sudah lama menjadi negara pengimpor minyak mentah dan BBM (net importir)

Keadaan saat ini, kata dia, bakal mengakibatkan defisit karena konsumsi BBM semakin tinggi, sementara produksi makin turun.

Pemerintah hingga saat ini belum mengambil keputusan untuk menurunkan harga BBM Premium ataupun harga BBM Solar yang disubsidi. Saat ini BBM Premium masih dijual Rp 6.450 per liter.

Padahal, pada minggu lalu, Presiden Jokowi meminta para menterinya mengkalkulasi rencana penurunan harga BBM subsidi maupun nonsubsidi.

Jokowi menekankan harga BBM bakal turun seiring dengan merosotnya harga minyak dunia ke level USD 30 per barel.

“Saya minta kalkulasi dihitung dampak dari penurunan ini pada perekonomian kita terutama BBM, baik BBM subsidi dan nonsubsidi,” kata Jokowi kala itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: