EDITOR.ID, Surabaya,- Merespon berjalannya tiga tahun kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak, akademisi Universitas Airlangga (Unair) adakan focus group discussion (FGD), bertempat di Ruang Adi Sukadana FISIP Unair, Surabaya, Kamis (17/2/2022).
Diskusi tersebut diikuti sejumlah tokoh. Mulai dari Dekan FISIP Unair Prof Bagong Suyanto, Prof Jusuf Irianto, Dekan FH Unair Iman Prihandono, Suko Widodo, dan Airlangga Pribadi Kusman.
Instansi pemerintah turut hadir secara virual, seperti Kepala Kanreg BKN II Surabaya Heru Purwaka, serta Deputi Bidang Kebijakan Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara di Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI Muhammad Taufiq.
Forum itu membedah kinerja serta terobosan Gubernur Khofifah-Wagub Emil Dardak dalam menjalankan reformasi birokrasi di tataran Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Banyak data yang kami bahas, tentang cara-cara dan terobosan Gubernur Khofifah dan Wagub Emil Dardak dalam menjalankan Reformasi Birokrasi. Dan terbukti Khofifah-Emil memberi ruang yang lebar pada jajarannya di bawah untuk berkreasi dan berinovasi,” kata Prof Bagong.
Bagong mengatakan, selama tiga tahun kebelakang banyak prestasi yang diraih Jatim dan tersebar di berbagai bidang. Seperti di bidang peternakan produksi susu sapi Jatim tertinggi secara nasional, begitu juga dengan jumlah sapi potongnya.
Jatim, lanjut Bagong, juga menjadi provinsi yang paling banyak menurunkan angka kemiskinan dibandingingkan daerah lain secara nasional.
Dimana sepanjang periode Maret hingga September 2021, dan di tengah kondisi pandemi, terjadi penurunan angka kemiskinan yang mencapai 313,13 ribu jiwa.
Dalam bidang pemberdayaan UMKM, Jatim juga mejadi provinsi yang menyalurkan kredit tertinggi secara nasional dalam tiga tahun berturut-turut. Tercatat pada tahun 2019 di angka Rp 159,9 trilliun, di tahun 2020 Rp 159,5 trilliun, dan tahun 2021 angka tersebut melonjak hingga Rp 180,1 trilliun.
Kemudian di bidang pertanian, produksi padi Jatim juga menjadi yang tertinggi dengan mampu menghasilkan 9,90 juta ton gabah kering giling (GKG) pada 2021.
Tak luput untuk disorot, prestasi Jatim yang berhasil ditorehkan adalah meski masih berada di situasi pandemi Covid-19, realisasi pendapatan APBD Jawa Timur 2021 menempati peringkat pertama nasional yakni mencapai 103,97 persen.
“Kalau dilihat dari juara dan prestasi-prestasi yang ada, itu tersebar di banyak sektor dan OPD. Itu membuktikan program yang dijalankan Khofifah-Emil tidak sentralistik dan bukan program yang hanya di sosok gubernurnya, tapi berbentuk nukleus-nukleus kecil,? ujarnya.
“Yang itu adalah esensi reformasi birokrasi. Dimana Program yang dijalankan tidak bersifat sentralistik yang berhenti di gubernurnya saja tapi sampai ke staf di bawah,” tegas profesor bidang bidang Sosiologi Ekonomi ini.
Sebab menurut Bagong, kepempimpinan disebut berhasil ketika yang maju adalah sampai ke anak buahnya, tidak hanya pucuk pimpinannya saja.
Senada, Prof Jusuf Irianto menegaskan deretan prestasi yang ditorehkan Jatim di bawah kepimpinnan Khofifah-Emil adalah bentuk keberhasilan reformasi birokrasi.
“Sebab prestasi itu tidak akan teraih tanpa ada peningkatakan kompetensi staf, tanpa managemen pemerintahan yang baik, dan juga komunikasi atau direct komando yang baik dari pimpinann. Dan itu berhasil dilakukan dalam tiga tahun Khofifah-Emil,” tegasnya.
Dengan integrated frame work yang sifatnya terintegrasi dan terjaga, maka Khofifah Emil memiliki jaminan bahwa nanti juga ada keberlanjutan.
“Harus ada fundamental yang kuat yang bisa menghasilkan kemajuan. Dalam perwujudkan reformasi birokrasi jangan sampai kemajuan Jatim hanya karena one man show, dan saya rasa itu terjadi di Jatim,” tegas Guru Besar bidang Manajemen Sumber Daya Manusia Universitas Airlangga itu.
Dan yang ia evaluasi dari kepemimpinan Khofifah-Emil, adalah dalam tiga tahun ini, kebijakan yang dijalankan dengan semboyan CETTAR sangat berorientasi kepentingan masyarakat.
Terutama kaitannya menghasilkan program yang pro rakyat. Dimana Khofifah tak pernah absen dalam penanggulangan bencana, dan juga program unggulan seperti pemberian diskon pajak di tengah pandemi.
“Selama tiga tahun ini, pemerintahan provinsi Jatim memiliki mindest bahwa setiap program yang digulirkan creating public value. Bahwa program yang dilakukan memiliki nilai kebermanfaatan bagi rakyat,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Dekan FH Unair Iman Prihandono menyebut Khofifah mampu mewujudkan orkestrasi yang harmoni di Jatim. Ia menyoroti tiga hal utama dalam tiga tahun Khofifah-Emil.
Pertama dalam kaitannya konflik masyarakat, yang menurutnya dalam tiga tahun ini Khofifah-Emil mampu menjaga suasana yang kondusif di Jatim.
“Jatim ini strategis sekali, sebagaai hub Indonesia timur dan banyak PSN yang ada di Jatim. Potensi adanya konflik agraria tentu tidak bisa diabaikan. Tapi kalau dibandingkan di daerah mana seperti saat ini yang ramai di Jateng adalah Wadas, rasanya Jatim ini lebih bisa terkendali. Tidak ada hal yang sangat menonjol dan itu membuktikan kemampuan managemen konflik jatim jadi kunci penting,” jelasnya.
Kemudian dalam kaitannya soal perlindungan buruh. Jatim yang memiliki ribuan industri, Jatim menjadi rumah bagi kalangan buruh.
“Masalah upah selalu jadi isu menarik. Gubernur Khofifah dalam menentukan UMK dalam tiga tahun ini relatif bisa diterima dengan tidak menimbulkan gejolak. Beda dengan daerah lain seperti DKI misalnya, mengeluarkan kebijakan upah yang berbeda dengan aturan dan jadi polemik, yang seperti itu tidak terjadi di Jatim,” tegasnya.
Khofifah menurutnya berhasil memformulasikan UMK yang tepat sehingga iklim usaha bisa dijaga tapi kesempatan kerja tidak berkurang.
Sementara itu, Deputi Bidang Kebijakan Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara di Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI Dr Muhammad Taufiq yang juga memiliki kesepahaman dengan para akademiki Unair itu menambahkan tentang PR serta tantangan yang dihadapi Khofifah-Emil dalam menyelesaikan amanahnya dua tahun ke depan.
Dimana menurutnya, tantangan terbesar Khofifah-Emil dalam memaksimalkan perwujudan reformasi birokrasi adalah digitalisasi.
“Tantangan ke depan adalah digitalisasi. Ibu Gubernur harus merubah cara-cara kerja konvensional ke arah digitalisasi. Cara kerja yang berubah akan juga merubah cara melayani. Yang harus disiapkan adalah tentang mindest, harus bisa menjalankan sistem teamwork dan harus didukung dengan kompetensi yang memadai,” tuturnya.