Keempat, Airin juga didukung sumber finansial keluarga dinasti yang dinilai oleh banyak orang masih sangat kuat yang bersumber dari bisnis kontraktor, hotel, property, pertambangan, air mineral, pom bahan bakar minyak, selain dari sumber kolega jaringan investor.
Kelima, Airin sendiri sebagai figur politik yang layak jual. Berprestasi ketika menjabat Walikota Tangerang Selatan selama dua periode, berpenampilan menarik, cantik, ramah. dan menjadi icon serta brand Banten itu sendiri. Siapa sih yang tak kenal Airin ketika orang menyebut kata Banten atau Tangsel?
Sebaliknya dengan Andrasoni jarang dikenal. Jika popularitas Airin dan Andrasoni disandingkan bak buaya dan cicak. Andrasoni-meskipun termasuk elite politik Banten karena posisinya sebagai ketua DPRD Provinsi Banten selama dua periode, namun dari sisi popularitas tak sebanding dengan Airin.
Itu sebabnya sejumlah lembaga survei di awal-awal musim politik Pilgub nama Andrasoni sulit terdongkrak naik. Angka popularitasnya tidak beranjak dari angka 12 persen, kalah jauh bahkan oleh elite politik selain Airin: Wahidin Halim, Dimyati Natakusumah, Arif Wismansyah, yang elektabilitas masing-masing tokoh tersebut ada di kisaran angka15-20 persen.
Tak Sadar Ada Tren Kemunduran Elektabilitas Airin
Nah, lalu apa yang membuat Airin kok bisa kalah dan Andrasoni menang? Seperti sudah pernah saya paparkan di dua tulisan panjang yang dirilis sebelum Pilkada berlangsung, sebetulnya sudah ada trend kemunduran elektabilitas Airin dari bulan September -Oktober 2024.
Tiga Biang Kerok Kekalahan Airin : Aspek Politik, Aspek Strategi Komunikasi dan Aspek Moral
Sebaliknya popularitas dan elektabilitas Andrasoni terus merangkak naik di waktu yang sama. Saat itu saya telah melihat potensi kekalahan Airin jauh sebelum hasil quick count dirilis. Setidaknya ada tiga aspek yang membuat Airin kalah: aspek politik, aspek strategi komunikasi dan aspek moral.
Aspek Politik: Dukungan Golkar Setengah Hati
Secara dukungan partai politik Airin kalah jauh oleh Andrasoni. Airin didukung “hanya” oleh dua partai besar, PDIP dan Golkar. Itupun kerjasama kedua partai tak maksimal. Partai Golkar terkesan ragu dan tak sungguh-sungguh mendukung Airin.
Karena sebelumnya partai beringin ini tidak berencana mencalonkan Airin. Posisi politik Golkar dilematis dan galau. Di satu sisi Golkar tergabung dalam KIM yang mempunyai misi mempersempit ruang gerak PDIP sebagai oposisi. Tetapi di sisi lain Airin adalah kader terbaik Golkar.
Akhirnya, praktis yang banyak bekerja berjuang untuk Airin di lapangan selain para relawan dan loyalis, sejatinya para kader PDIP.
Bagi partai berlambang banteng memang sudah tak ada cara dan pilihan lain selain harus total berjuang memenangkan pasangan Airin- Ade Sumardi. Keberadaan faktor keduanyalah yang membuat PDIP bisa ikut bertarung di Pilgub Banten.