“Proses persetujuan lingkungan seperti UKL/UPL dan Amdal serta perizinan lahan pertanian berkelanjutan (LP2B) masih memakan waktu cukup lama. Tantangan lainnya termasuk perizinan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL), tarif KKPRL yang berlaku surut, dan keterbatasan penyediaan tubing. Infrastruktur gas yang belum terhubung sepenuhnya menyebabkan kelebihan pasokan gas tidak bisa disalurkan dengan baik,” jelas Hudi.
Isu sosial dan lingkungan seperti perambahan di area hulu migas dan permintaan ganti rugi atas tanah di kawasan hutan juga menjadi kendala. Aktivitas pengeboran ilegal menyebabkan kehilangan potensi produksi yang signifikan, sehingga diperlukan penertiban dan penerapan hukuman pidana untuk efek jera.
“Kami berharap agar seluruh pemangku kepentingan industri hulu migas di Indonesia dapat bekerja sama untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut guna meningkatkan efisiensi, memastikan keberlanjutan, dan mendukung pengembangan industri ini kedepannya,” pungkas Hudi. (tim)