EDITOR.ID, Surabaya,- Puluhan orang tua mahasiswa yang putra-putrinya tengah menempuh study di berbagai perguruan tinggi yang ada di negara China mendatangi Gedung Grahadi. Mereka sambatan dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa terkait nasib putra-putri mereka yang terjebak di Wuhan, Tiongkok dan belum bisa pulang ke tanah air.
Bu Khofifah berjanji akan memulangkan sebanyak 248 mahasiswa asal Jawa Timur.
Bahkan orang nomor satu di Pemprov Jatim itu sengaja mengundang para orang tua atau wali mahasiswa asal berbaga daerah di Jatim, untuk memastikan bahwa pemerintah tidak tinggal diam setelah Wuhan, China ditetapkan sebagai pusat endemi virus Corona.
“Senin kemarin saya ketemu Bu Menlu dan Presiden Jokowi dan berkoordinsi, kebutuhan yang dibutuhkan adalah pemenuhan kebutuhan logistik para student yang waktu itu beberapa toko penjual bahan makanan masih banyak yang belum buka. Sekarang kebutuhan yang mendesak adalah evakuasi,” ujar Khofifah Indar Parawansa di kantor negara Grahadi Surabaya, Rabu (29/1/2020) malam.
Pertemuan antara Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawasa dengan para orang tua dan wali mahasiswa asal Jatim yang tengah menempuh study di negeri China, nampaknya diwarnai dengan tangis haru.
Isak tangis kerap muncul saat sebagian orang tua menyamaikan harapan kepada Pemprov Jatim. Bahkan orang nomor satu di Pemprov Jatim juga ikut larut saat mendengar keluhan salah satu orang tua mahasiswa asal Sampang, Madura yang juga pengurus PC Muslimat NU Sampang.
“Anak saya alumnus Ponpes Amanatul Ummah Pacet Mojokerto mendapat beasiswa ke China mengambil jurusan HI (Hubungan International). Sudah 3 hari gak bisa keluar dan hanya makan sayur, sehingga saya hanya bisa menangis mendapat kabar tersebut,” ungkap perempuan berjilbab.
Ditambahkan, teman-teman kampus anaknya kebanyakan asal luar Sampang, sudah pulang ke Indonesia karena sedang liburan. Namun karena keterbatasan biaya, sehingga dia masih tinggal di sana.
“Makanya saya nekad minta bantuan Bupati Sampang dan Alhamdulillah direspon sehingga saya bisa membelikan tiket anak saya supaya bisa segera pulang. Kabarnya tanggal 31 seluruh jalur penerbangan dari China akan ditutup. Mudah-mudahan berjalan lancar dan bisa kembali ke Indonesia,” harap perempuan yang sudah menjanda ditinggal mati suami.
Sementara itu Kusnadi asal Pamekasan mengaku memiliki dua orang anak yang tengah menempuh study kedokteran di Kube University di Shianing China berharap pemerintah Indonesia bisa memulangkan anak-anaknya karena dia khawatir dengan perkembangan yang terjadi di Wuhan China.
“Walaupun jarak kampus anak saya sekitar 120 km dari Wuhan, tapi satu provinsi yakni provinsi Kube. Mereka juga merasakan dampak paska munculnya virus Corona sehingga mengalami kesulitan pemenuhan makanan selama beberapa hari. Bahkan hampir seluruh kota di Provinsi Kube di lock down, atau dikarantina,” kata Kusnadi didampingi istrinya.
Pihak kampus maupun pemerintah setempat, lanjut Kusnadi menyatakan sudah tidak ada aktivitas kuliah tanpa batas waktu yang ditentukan.
“Baru kemarin sore anak-anak mendapatkan kiriman financial sebesar 280 Yuan kalau dikurskan setara 560 ribu rupiah untuk biaya seminggu. Mereka kesulitan belanja karena hanya ada satu toko yang buka sehingga harus berebut dengan warga sekitar,” ungkap pria asal Pamekasan.
Sementara itu Subandi salah satu Dosen Unesa yang juga memiliki anak yang sedang kuliah di Central China Normal University (CCNU) jurusan Hubungan International mengaku khawatir setelah mendapat informasi dari anaknya.
“Sejak tanggal 25 Januari lalu dua toko terdekat kampus sudah tutup. Sedangkan toko buka terdekat berjarak 10 menit jalan kaki dari kampus.
Akibatnya interaksi dengan warga sekitar juga tak bisa dihindari. Kami khawatir walaupun mereka sekarang sehat tapi semakin rawan tertular karena interaksi tersebut,” kata Subandi.
Kepada orang tua mahasiswa, Khofifah memastikan bahwa Menlu Retno Marsudi sudah mengirimkan tim evakuasi mahasiswa di Wuhan, Tiongkok.
“Tentu kami akan melakukan koordinasi dari jumlah 248 mahasiswa yang ada, kami berharap seluruh mahasiswa dari Jatim bisa diprioritaskan untuk bisa dipulangkan dalam satu penerbangan supaya bisa lebih efektif ketika mereka sampai di Juanda bisa mendapatkan proses layanan kesehatan yang sudah disiapkan,” ungkap mantan Mensos ini.
Diantara layanan kesehatan yang sudah disiapkan pemprov Jatim yakni ruan transit isolasi di bandara dan ruang isolasi di tiga RSUD milik pemprov yakni RSUD dr Soetomo Surabaya, RSUD Syaiful Anwar Malang dan RSUD dr Soedono Madiun.
“Walaupun kita sudah menyiapkan layanan kepada pada mahasiswa yang sedang study di China tapi kami berharap mereka dalam kondisi baik-baik dan pulang juga dalam keadaan sehat,” harap ketum PP Muslimat NU ini.
Ia juga berharap kepada para orang tua atau wali mahasiswa asal Jatim yang sedang study di China memberikan data lengkap kepada Pemprov melalui Kabag Hubungan Luar Negeri Biro Humas Protokol. “Selain nama, no telepon tempat tinggal dan nama kampus. Kalau bisa dilengkapi nomor pasport dan visa serta email,” jelas Khofifah.
Ditambahkan, diantara 248 mahasiswa Jatim yang berhasil terdata lengkap, kata Khofifah memang ada seorang balita laki-laki berumur 5 tahun.
“Mungkin itu putra dari salah satu mahasiswa. Tapi itu data hari ini, jikalau malam ini ada yang mengkonfirmasi kembali kita sangat terbuka untuk dijadikan satu kesatuan supaya Kemenlu dan KBRI kalau ada evakuasi bisa mendapatkan support satu pesawat untuk seluruh mahasiswa asal Jatim,” harapnya.
Masih di tempat yang sama, Humas Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Vinda Maya mengatakan bahwa ada sebanyak 13 mahasiswa Unesa yang tengah mendapatkan program beasiswa menempuh pendidikan paska sarjana (S2) dan sarjana (S1) di Central China Normal University (CCNU) di Wuhan China. Namun tiga diantara sudah pulang pada 10 Januari lalu.
“Mereka berharap pemerintah Indonesia baik itu melalui Kementerian Luar Negeri, Kementerian Polhukam dan Kementerian Kesehatan segera mengambil tindakan memulangkan mereka,” ujar Vinda Maya.
Diakui Vinda, pihak rektorat hampir setiap hari juga menghubungi mereka untuk mendapatkan laporan update perkembangan kondisi mahasiswa disana.
“Saat ini masih aman, sehat dan seperti kemarin sih logistik masih aman tetapi memang harga naik empat kali lipat. Hari Selasa sore kami sudah mentransfer uang untuk tambahan biaya. Kalau ada kekurangan mereka kami minta segera hubungi rektorat,” ungkapnya.
Informasi terakhir yang kami dapatkan lewat video teleconference dan video call terus dilakukan secara intens baik dari KBRI Beijing juga dari PPI China.
“Pihak kampus sepenuhnya menyerahkan kepada pemerintah China dan juga KBRI Beijing, Jadi kami kami lebih pada setiap harinya itu update perkembangan kesehatan kondisi kemudian komunikasi dengan pemerintah supaya bisa segera dipulangkan,” beber Vinda Maya sebagaimana dilansir dari duta.co.
Ditambahkan, dari 13 mahasiswa Unesa yang mendapat beasiswa dari pemerintah China ada 5 orang untuk program paska sarjana. Sedangkan sisanya dapat beasiswa dari Unesa dari pusat bahasa Mandarin.
“Untuk program 1 semester habis Februari 2020, ada yang program 2 semester habis Juni 2020 dan ada yang mengambil S2. Kalau kesepuluh mahasiswa itu bisa dipulangkan baru kita pikiran kelanjutan studynya jika kondisi Wuhan sudah membaik,” pungkas Vinda Maya. (tim)