Surabaya Kota Pahlawan Yang Dibangun Oleh Masyarakatnya Sendiri

Perang besar berdarah-darah dengan kekuatan yang tidak seimbang, bisa disiasati dengan taktik penghancuran para pimpinan pasukan Yuan terlebih dahulu.

Sesudah itu, seberapapun besarnya kekuatan musuh menjadi sangat mudah untuk dihancurkan.

Bagi pasukan Yuan, Surabaya adalah mimpi buruk. Disini, mereka menyaksikan sendiri kehebatan dan keberanian orang-orang Majapahit.

Tiga ribu pasukan terbunuh, sisanya melarikan diri kembali ke Tiongkok. Selang tujuh abad kemudian dimana pertempuran paling dahsyat sesaat setelah Perang Dunia II terjadi di sebuah kota di Nusantara, di Surabaya. Tepatnya pada 10 November 1945 dua bulan usai bangsa Indonesia memproklamirkan diri sebagai bangsa yang merdeka dalam naungan Republik Indonesia.

Perang 10 November menjadi saksi betapa masyarakat Surabaya dan sekitarnya memiliki genetika perjuangan yang mendarah daging.

Sehingga kota Surabaya lebih dikenal sebagai kota Pahlawan, sebuah julukan yang tidak mudah untuk disandang oleh kota manapun bahkan oleh warganya sendiri dan di kota ini adalah kota kelahiran seorang pendiri negara Indonesia, Ir.Soekarno sekaligus menjadi presiden pertama Republik indonesia.

Surabaya kota yang kental dengan budaya Arek Suroboyo menekankan pada kultur masyarakat yang mengurangi penekanan terhadap titel dan adat tradisi, dan lebih mengedepankan kesuksesan ekonomi dan politik individu.

Ciri khas yang dimiliki budaya ini adalah keterbukaan, cenderung kasar, egaliter, dan bondo nekat (bonek). Sehingga budaya arek dengan bahasa suroboyoan ini menjadi bukti bahwa masyarakat Surabaya memiliki semangat kebersamaan dan semangat persatuan dalam berjuang baik suka maupun duka yang terjadi bagi kota Surabaya.

Pena sejarah telah membuktikan bahwa masyarakat Surabaya memiliki semangat kebersamaan dalam membangun kota nya sendiri dan memperjuangkan kotanya sendiri apabila segala bahaya datang mengancam di kota ini salah satunya di era sekarang terlihat semangat gotong royong masyarakat Surabaya dalam melawan pandemi Covid-19 dengan bersatu melawan covid-19 terasa hingga sudut kampung kota dan bersatu menentang kepentingan politik yang memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 di kota Surabaya.

Budaya ini masih sangat kental dan melekat sebagai jatidiri masyarakat Surabaya.

Sudah seharusnya masyarakat Surabaya memiliki rasa percaya diri serta tidak terpengaruh dengan citra politik kekuasaan yang semu dengan menciptakan narasi-narasi kesuksesan membangun kota Surabaya.

Semoga pemimpin kota Surabaya kedepan dapat mendalami nilai historis dan memahami budaya arek Suroboyoan sehingga mampu melibatkan sinergitas yang baik antara masyarakat dengan pemerintah kota dalam membangun kota Surabaya .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: