Hukum  

Sulit Jadi Single Bar Jika Kini Ada 40 Organisasi Advokat

advokat se sulawesi selatan saat diambil sumpahnya oleh kongres advokat indonesia (kai) , makassar, rabu (16/6).

EDITOR.ID, Jakarta,- Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Rumah Advokat Bersama (RBA) Imam Hidayat menilai isu menyatukan organisasi Advokat menjadi wadah tunggal (single bar) sudah tidak relevan lagi diperjuangkan jika ego tiga pecahan Peradi tidak pernah mau saling mengalah dan menemukan kata sepakat.

sekjen dpn peradi rba imam hidayat
sekjen dpn peradi rba imam hidayat

Pemerintah melalui Menkopolhukam dan Menkumham telah berusaha menyatukan Organisasi Peradi yang terpecah menjadi tiga kubu. Namun, upaya menyatukan mereka menemui jalan buntu.

“Bahkan kita tahu team sembilan yang mewakili tiga Peradi yang terpecah untuk membangun pembicaraan upaya rekonsiliasi dan difasilitasi oleh Menkopolhukam dan Menkumham telah sepakat untuk tidak sepakat, artinya tidak ada titik temu untuk melakukan rekonsiliasi yang sesuai diharapkan,” ujar Sekjen Peradi RBA Imam Hidayat kepada EDITOR.ID, di Jakarta, Kamis (25/3/2021)

Ditambah lagi sekarang ini pertumbuhan jumlah organisasi advokat (OA) terus bertambah pesat menjadi sekitar 40 an OA. Maka gagasan menyatukan organisasi profesi Advokat jauh panggang dari api.

Terkait upaya menyatukan organisasi advokat dalam satu wadah (single bar), Imam Hidayat meminta semua pihak jangan menyalahkan Mahkamah Agung (MA). Apalagi menuduh MA melakukan Constitunal Disobedience (pembangkangan terhadap konstitusi). Menurut Imam tuduhan itu sangatlah tidak tepat dan tidak mendasar.

Namun Peradi lah yang harus intropeksi diri kenapa tidak bisa bersatu dalam kata sepakat.

“Justru kenapa MA mengeluarkan SEMA Nomor 73 tahun 2015 yang memberikan panduan kepada Ketua-Ketua Pengadilan Tinggi se Indonesia untuk melaksanakan penyumpahan terhadap calon Advokat yang diajukan baik oleh Peradi maupun OA yang lain, ya karena Peradi sendiri tidak lagi satu,” tegas Advokat yang sedang menempuh Program Doktor ini.

Faktanya justru sebaliknya dimana dalam pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa wadah tunggal senyatanya yang bisa memenuhi Undang-Undang Nomor 18 adalah Peradi oleh karena terbentuk dalam waktu 2 tahun sebagaimana dipersyaratkan dalam Undang-Undang tersebut.

Permadalahannya, menurut Imam, Peradi telah menjadi tiga pasca munas ll Makassar, dimana masing-masing mengklaim sebagai Peradi yang sah. “Dan sampai saat ini belum ada satupun putusan legalitas dimana salah satunya adalah yang sah,” katanya.

“Hal ini setali tiga uang dengan Kumham juga mengeluarkan ijin terhadap OA-OA baru yang tumbuh begitu masif, dan apakah hal ini juga bisa dikatakan constitutional disobedience terhadap konstitusi,” tambah Imam dengan nada bertanya.

Sebelumnya mantan Panitera MK, Prof Zainal Arifin Hoesain mengatakan Peradi masih harus berjuang keras untuk memosisikan diri sebagai wadah tunggal. Terlebih setelah sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak digubris Mahkamah Agung (MA), di antaranya terkait wadah tunggal.

Menurut Zainal Arifin Hoesain, perlu perubahan soal perintah atau amar agar MA tunduk melaksanakan putusan MK yang bersifat final dan mengikat.

“Biar tidak bisa constitutional disobedience (pembangkangan terhadap konstitusi), sehingga perlu adanya pengaturan constitutional court,” kata Zainal dalam diskusi virtual bertajuk “Constitutional Disobedience”, yang digelar Peradi, di Jakarta, Selasa (23/3/2021). (tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: