Silmy Karim Ngaku Tahu Posisi Buron Kasus e-KTP Paulus Tannos di Luar Negeri

Silmy menyatakan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku lembaga yang menangani kasus tersebut terus dilakukan. Imigrasi, terang dia, akan memberikan bantuan sesuai dengan kewenangan.

Jakarta, EDITOR.ID,- Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengaku memegang data perlintasan buron kasus dugaan korupsi pengadaan KTP-elektronik (e-KTP) Paulus Tannos di luar negeri.

Paulus diduga sempat terlacak di Thailand.

“Datanya banyak, bisa dicek. Tapi, saya tidak bisa berikan,” ujar Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim usai agenda ‘Syukuran Hari Bakti Imigrasi’ di Jakarta, Kamis (26/1).

Silmy menyatakan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku lembaga yang menangani kasus tersebut terus dilakukan. Imigrasi, terang dia, akan memberikan bantuan sesuai dengan kewenangan.

“Misalnya mereka mengajukan cekal (cegah dan tangkal), kita terbitkan untuk cekalnya. Kemudian mereka butuh informasi perlintasan, kita berikan informasinya. Itu pun pakai surat,” terang dia.

Sebelumnya, Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Karyoto menyatakan keberadaan buron kasus dugaan korupsi pengadaan KTP-elektronik (e-KTP) Paulus Tannos sempat terlacak di Thailand.

Namun, KPK belum berhasil menangkap Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu lantaran ada kendala seputar penerbitan red notice.

“Kemarin Paulus Tannos nasibnya sudah bisa diketahui tetapi ada beberapa kendala yang bersangkutan, ternyata proses penerbitan red notice-nya terlambat,” ujar Karyoto di kantornya, Jakarta, Rabu (25/1/2023) malam sebagaimana dilansir dari CNN Indonesia.

Jenderal polisi bintang dua ini tidak ingin menyalahkan pihak mana pun. Dia hanya menjelaskan proses penerbitan red notice untuk tersangka yang berada di luar negeri harus melalui Interpol di Indonesia dan Lyon.

“Kalau pada saat itu yang bersangkutan betul-betul red notice sudah ada, sudah bisa tertangkap di Thailand,” kata Karyoto.

“Ini namanya liku-liku penegakan hukum. Yang dikiranya kita mudah ternyata hanya karena satu lembar surat. Karena apa? Pengajuan DPO itu red notice sudah lebih dari lima tahun ternyata setelah dicek di Interpol belum terbit,” sambungnya.

Jenderal polisi bintang dua itu memetik pelajaran dari peristiwa tersebut. Dia meyakini KPK terus bekerja memburu buron-buron yang belum tersentuh oleh hukum.

KPK menetapkan Paulus bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP pada Agustus 2019. Tiga orang tersebut ialah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Isnu Edhy Wijaya; anggota DPR 2014-2019 Miriam S. Haryani; dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

KPK menduga negara mengalami kerugian hingga Rp2,3 triliun dari proyek tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: