Dari jumlah dana komando untuk Kasau Agus Supriatna senilai Rp17,733 miliar tersebut, Sigit menjelaskan dalam BAP bahwa uang itu lalu dimasukkan ke dalam beberapa deposito, yaitu ke rekening BRI atas nama PT Vibra sebesar Rp5 miliar, PT VSAT sebesar Rp5 miliar dan Rp7,733 miliar ke rekening Bank Mandiri atas nama PT Citra Trans Nasaka.
Namun, pada 16 Mei 2017, Sigit mencairkan deposito sebesar Rp8 miliar dengan terlebih dulu mempersiapkan kop surat PT Diratama Jaya Mandiri untuk membuat surat pernyataan pinjaman uang Rp8 miliar dan 800 ribu dolar AS.
“Setahu saudara ada peristiwa apa tiba-tiba sudah diberikan seperti biasa tiap ada proyek masuk dan dana komando, tapi kenapa sudah biasa harus dikembalikan?” tanya Ketua Majelis Hakim Djumyanto.
“Karena kejadian AW, yang kami dengar pengadaannya tidak sesuai dengan prosedur,” jawab Sigit.
“Ada tidak uang yang dikembalikan?” tanya hakim.
“Saya diperintahkan untuk ambil Rp8 miliar untuk diserahkan ke PT Diratama. Saya dengan orang BRI kasih tunai di bank BRI, tapi tanda terimanya baru proses bikin,” jawab Sigit.
“Apakah Kasau Agus Supriatna tahu soal 4 persen itu?” tanya hakim.
“Saya tidak tahu apakah tahu atau tidak, untuk pengaturan ke Kasau bukan bagian saya,” jawab Sigit.
Dalam persidangan dugaan tipikor Heli AW101 hari ini memeriksa sejumlah saksi. Salah satunya Bintara Urusan Bayar Markas Besar TNI Angkatan Udara (TNI AU) Sigit Suwastono.
Sigit Suwastono dihadirkan sebagai saksi untuk Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh. Ia didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW) 101 di TNI AU tahun 2016 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar.
JPU KPK mendakwakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Antara)