EDITOR.ID, Jakarta,- “Pendudukan” tanah di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII oleh DPP Front Pembela Indonesia (FPI) tidak sah dan melawan hukum. Meski mereka mengklaim telah membelinya dari petani penggarap.
Hal ini disampaikan Pakar pertanahan dari Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menanggapi soal konflik pertanahan di Megamendung, Kabupaten Bogor antara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dengan DPP Front Pembela Indonesia (FPI).
Petani penggarap tidak sah memperjualbelikan tanah negara yang bukan hak nya.
“Sehingga akad jual beli tanah yang dilakukan tidak dapat dibenarkan menurut hukum Indonesia. Sebab, pemegang hak atas tanah adalah PTPN VIII. Dengan demikian, akad terkait lahan harus dilakukan oleh PTPN VIII,” kata Iwan Nurdin sebagaimana dilansir dari beritasatu.
Menurutnya, FPI tidak berhak mendapat ganti rugi jika Pesantren Markaz Syariah yang dibangun diatas tanah ilegal, diambil kembali oleh PTPN VIII.
“Justru mereka melanggar banyak Undang-Undang, terutama UU Perkebunan mereka langgar dan ada denda yang kurang lebih 4 miliar kalau melakukan penyerobotan tanah perkebunan yang telah memiliki HGU,†kata Iwan, Kamis (7/1/2021).
Lanjut Iwan, HGU yang dimiliki PTPN VIII diperuntukan bagi usaha perkebunan, pertanian, peternakan, tambak perikanan. Sementara untuk bangunan, maka sertifikat dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB).
“Harusnya untuk perkebunan bukan untuk pendidikan dan bangunan,†jelasnya.
Namun petani penggarap yang diberi amanah dari PTPN justru menyalahgunakan niat baik PTPN meminjamkan lahannya untuk ditanami. Namun tanah tersebut justru dijual dan kini dibangun bangunan fisik yang tidak sesuai peruntukan tanah sebagai lokasi perkebunan.
“Bahwa akadnya hanya pengalihan penggarapan juga tidak bisa diterima. Sebab, fakta di lapangan menunjukkan FPI tidak hanya menanami lahan dengan aneka tumbuhan namun juga membuat aneka bangunan.†Ungkapnya.
Lebih lanjut kata Iwan, sudah tepat PTPN VIII meminta pengosongan lahan yang telah diduduki oleh FPI, kecuali bagi petani-petani kecil yang menggarap lahan perkebunan sekedar untuk menyambung hidup.
“PTPN harus memperlakukan semua pihak yang menduduki tanah mereka itu apakah FPI apakah kelompok-kelompok lainnnya itu dengan cara yang sama, kecuali adalah petani-petani kecil dan penggarap karena mereka menggarap lahan itu biasanya untuk menyambung hidup, untuk hal begitu ada yang namanya di negara kita itu disebut reforma agraria,†tuntasnya.