Sejarah Baru! Indonesia Kini Punya Kitab UU Pidana, Barusan Disahkan DPR

Rapat paripurna ini dipimpin Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Ketua Harian Partai Gerindra itu didampingi Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel dan Lodewijk F Paulus. Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani tidak terlihat di ruangan. Mungkin sedang pergi.

Praktisi hukum dan peneliti Indonesia Public Watch Integrity di Jakarta, Edi Winarto mengkritisi keputusan dan sikap dari DPR yang terlalu terburu-buru untuk mengesahkan RKUHP menjadi UU.

“DPR seperti dikejar tayang, terlalu dipaksakan dan terburu-buru. Karena masih ada pasal yang belum clear artinya masih menjadi kontroversi dan menuai penolakan dari publik. Misalnya pasal soal sikap kritis kepada pemerintah yang dipersepsikan sebagai penghinaan kepada kepala negara, pasal ini penuh penafsiran liar,” ujar alumnus Universitas Jember ini.

Seharusnya, lanjut Edi Winarto, pasal-pasal yang punya keterkaitan dengan hal-hal tertentu dibuka ke publik dengan semangat transparan. Dan dibahas dengan pihak yang ada keterkaitan dengan pasal tersebut.

“Misalnya pasal soal pers. Seharusnya pasal ini dibahas dengan organisasi wartawan atau pers kemudian diberikan kesempatan memberikan masukan dan mencari frasa atau naskah yang tidak bertolakbelakang dengan UU Pers,” papar Edi Winarto.

Edi Winarto yang juga praktisi media ini kemudian menyebut contohnya di pasal 263 Ayat 1 RKUHP yang mengatur soal penyiaran, penyebarluasan berita atau pemberitahuan yang diduga bohong.

“Pasal ini rentan sekali dapat menyasar ke pekerja pers atau pekerja media untuk dengan mudah dikriminalisasikan, dikhawatirkan sikap kritis media atau pers berujung hukuman pidana atau dipenjara,” ujarnya.

Edi Winarto juga menyoroti soal masuknya pasal korupsi yang tidak selaras dengan upaya pemberantasan korupsi sebagaimana diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi.

“Di RKUHP dimasukkan pasal yang mengatur terkait pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun, anehnya di pasal tersebut hukuman pidana bagi para pelaku korupsi justru diringankan, ini sangat bertentangan dengan semangat kita untuk memberantas dan menghapuskan budaya korupsi di negeri ini,” tandas Edi Winarto yang pernah menjabat sebagai Staf Khusus era Plt Gubernur DKI Jakarta Sony Soemarsono ini.

Dalam naskah terbaru, tindak pidana korupsi diatur pada Pasal 603. Pada Pasal tersebut dijelaskan koruptor paling sedikit dipenjara selama dua tahun dan maksimal 20 tahun.

Sementara itu pengacara publik LBH Jakarta, Citra Referandum mengancam akan menggelar demo lebih besar jika aspirasi tak diakomodasi.

“Di sini ada aksi simbolis seperti tabur bunga dan kami juga menyampaikan sikap kami dengan spanduk jumbo tolak RKUHP. Ini menyimbolkan bahwa negara kita betul-betul sudah mati secara demokrasi,” kata Citra kepada wartawan di depan gedung DPR, Senin (5/12/2022) kemarin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: