EDITOR.ID, Surabaya,- Sejak Maret 2020 atau saat pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia, Facebook telah menghapus 20 juta konten misinformasi yang disebarkan di platform tersebut. Hal ini merupakan langkah Facebook dalam menertibkan informasi yang salah terkait virus Covid-19.
Kepala kebijakan misinformasi Facebook Asia Pasifik, Alice Budisatrijo, saat webinar edukasi misinformasi Covid-19 bersama media di Jawa Timur, Jumat (24/9/2021) mengatakan, lebih dari 20 juta konten misinformasi yang telah dihapus tersebut didominasi seputar Covid-19. Antara lain terkait obat-obatan Covid-19, tes PCR, hingga misinformasi seputar vaksin Covid-19.
Menurutnya, banyak sekali misinformasi tentang vaksin, mulai tentang apakah vaksin aman, sudah dites atau belum, bisa mencegah betulan atau tidak, hingga anggapan vaksin yang disuntikkan terdapat chips nya.
Untuk mengatasi missinformasi yang terus beredar tersebut, Facebook Asia Pasifik bekerjasama dengan 80 mitra pemeriksa fakta independen secara global. Selain itu juga dengan enam mitra dari Indonesia yang bekerja dalam 60 bahasa.
“Proses menghapus misinformasi pun memakan waktu yang bervariasi. Misinformasi yang dianggap menyesatkan akan segera dihapus jika telah ditinjau oleh pemeriksa konten,” ujar Alice.
Selain konten misinformasi yang berbahaya, seperti video manipulasi atau konten menyesatkan, Facebook juga menindaklanjuti konten-konten yang melanggar aturan, kemudian memberikan label pada konten sehingga pengguna dapat menilai apakah informasi tersebut layak dipublikasi dan dilihat oleh masyarakat atau tidak.
Dikatakan Alice, tidak semua konten misinformasi yang beredar di Facebook langsung dihapus secara otomatis. Ada beberapa alasan yang mendasari hal tersebut dan Facebook juga tidak mengatur hanya informasi benar yang boleh dipublikasikan.
?Kami tidak bisa jadi penentu apa yang benar dan yang salah, kalaupun mau menentukan itu, kami harus tahu semua kebenaran di dunia ini dan itu tentu tidak mungkin,? terangnya.
Oleh karena itu, melaui sesi edukasi misinformasi Covid-19 bersama Kemenkominfo RI, Diskominfo Jatim dan rekan media di Jatim, diharapkan dapat lebih kritis dan menahan diri untuk menyebarkan informasi yang mencurigakan dan memastikan kebenarannya sebelum melakukan tindakan penyebaran. (Tim)