Semarang,EDITOR.ID, – Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena Provinsi Jawa Tengah kehilangan salah seorang pengurusnya. Ketua Seksi Film Satupena Jawa Tengah Handry TM meninggal dunia dalam usia 60 tahun di Rumah Sakit Umum Daerah KRMT Wongsonegoro Kota Semarang , Jumat, (24/2/2023, pukul 23.39.
Ketua Umum Satupena Jawa Tengah Gunoto Saparie mengatakan, dunia kesusastraan Indonesia, khususnya Jawa Tengah, merasa sangat kehilangan atas kepergian Handry untuk selama-lamanya.
Handry, selain dikenal sebagai wartawan, adalah sastrawan yang kreatif dan produktif sampai akhir hayatnya. Bahkan ia sempat meluncurkan kumpulan cerita pendek tunggalnya “Ruang Tunggu” di depan teman-teman sesama gagal ginjal di RSUD Kota Semarang belum lama ini.
Gunoto mengatakan, Handry menulis sejak masih duduk di bangku SMP Muhammadiyah 1 Semarang. Sejak itu karya-karyanya, baik berupa puisi, cerita pendek, novel, naskah sinetron, naskah drama, dan esai-esainya terus mengalir.
” Di tengah kesibukannya menjadi wartawan Suara Merdeka dan kemudian mengelola penerbitan media sejumlah instansi dan lembaga, Handry selalu gelisah untuk menciptakan karya sastra.”
Gunoto menceritakan, sejumlah pengalaman persahabatannya dengan Handry yang membuatnya sangat terkesan. Antara lain ketika pada tahun 1990-an ada acara sastra di Taman Budaya Jawa Tengah, Surakarta. Ketika itu Handry baru saja membeli mobil jip hasil honor beberapa naskah sinetron di IndoFilm.
“Kami berusaha bercanda sepanjang jalan Semarang-Solo untuk mengurangi ketegangan karena Handry saat itu masih belum pintar menyetir,” katanya seraya menambahkan, jika Handry adalah orang baik dan tidak menyukai konflik dengan sesama sastrawan maupun wartawan.
Menurut Gunoto, Handry dan dia suka saling merekomendasikan nama untuk menjadi juri, editor, atau narasumber ke beberapa lembaga. Oleh karena itu, Gunoto dan Handry sering bersama dalam sejumlah kegiatan sastra, baik di Semarang, Solo, Jakarta, maupun Ubud, Bali.
“Kami sering satu kamar di hotel. Handry lebih sering begadang di depan laptop, menulis. Ketika saya terbangun dini hari, ia masih berkutat dan suntuk dengan tulisannya. Bahkan ia sempat mengingatkan saya untuk salat malam,” katanya.
Gunoto menuturkan, Handry yang suka menyebut istrinya, Ninik Suwarni, sebagai ibu negara itu, memang beberapa kali mengeluhkan penyakitnya, namun ia berusaha tetap berkarya semampunya. Karena itu ia mengurangi kegiatan organisasi, bahkan sejumlah undangan acara sastra terpaksa tidak dihadirinya.
“Saya harus fokus menulis. Saya menulis untuk hidup. Saya harus disiplin. Saya harus menghindari gangguan-gangguan, meskipun dengan risiko dibilang sebagai asosial,” katanya.