Saling Tuding Setelah Rusuh

Tarik menarik kepentingan yang yang berujung perpecahan terlihat pada kasus kesultanan Mataram, Cirebon dan sejenisnya.

Pada kasus kerajaan Mataram perpecahan bermula dari tarik menarik kepentingan antara Paku Buwono II dengan adiknya, Pangeran Mangkubumi. Keduanya adalah putra Amangkrat IV Raja Mataram yang berkuasa 1719-1726.

Selain itu, Pakubuwono II (PB II) juga bersengketa dengan Raden Mas Said, Putra Amangkurat IV yang seharusnya menduduki jabatan sebagai PB II, tapi gagal karena diasingkan ke Srilangka gara-gara menentang pemerintah Kolonial.

Raden Mas Said bersekutu dengan PangeranMangkubumi menghadapi PB II yang dianggap berpihak pada VOC (ArdianKresna, 2011),.

Konflik ini berlangsung hingga PB II wafat. Namun sebelum wafat VOC memaksa agar PB II menanda tanagani perjanajian melimpahkan kewenangan pengangkatan raja baru pada VOC.

Raden Mas Said dan Mangkubumi menolak keputusan tersebut, hingga mengobarkan pemberontakan yang makin sengit.

Ujung dari tarik menarik ini adalah munculnya perjanjian Giyanti yang memecah Mataram menjadi dua bagian yaitu Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dibawah kekuasaan Pangeran Mangkubumi dan Surakarta dibawah kekuasaan PB III.

Tarik menarik kepentingan yang berujung pada konpromi dan integrasi terlihat pada sejarah Sumah Pemuda dan Pendirian NKRI.

Peristiwa Sumpah Pemuda bukanlah sejarah yang muncul begitu saja, tetapi ada proses panjang mengintegrasikan berbagai trik menarik kepentingan dari berbagai kelompok.

Sebagaimana dicatat dalam sejarah, proses menuju sumpah pemuda dimulai dari upaya penyatuan berbagai organisasi pemuda yang ada di Nusantara.

Dengan berbagai identitas dan latar belakang sosial yang berbeda seperti Jong Java, Jog Celebes, Jong Soemantranen Bond, dan organisasi lainnya. Namun semuanya bisa kompromi dan membangun sinergi yang integratif yang diekespresikan melalui sumpah membangun kebersamaa dan persatuan sebagaimana tercermin dalam peristiwa Sumah Pemuda yang Monumental (Sudiyo, 1989),

Hal yang sama terjadi saat pendirian NKRI. Saat itu juga terjadi perebutan kepentingan yang sangat tajam karena adanya warna ideologi.

Benturan antara kelompok Islam (religius) dengan kelompok nasionalis (sekuler) terjadi dalam sidang perumusan bentuk dan dasar negara. Namun akhirnya masing-masing pihak bisa melakukan kompromi sehingga lahirlah NKRI yang berdasarkan Pancasila (Slamet Sutrisno, 2003).

Dari data sejarah ini kita bisa melihat, konflik akan berujung pada perpecahan negara jika masing-masing pihak bertahan pada kepentingan kelompoknya sendiri. Kemudian mengundang pihak luar untuk campur tangan untuk mendukung kepentingan masing-masing sebagaimana terlihat pada pecahnya kesultanan Mataram.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: