Aipda M meyakinkan para sindikat penjualan ginjal untuk menghilangkan barang bukti agar tidak terlacak kepolisian, menjanjikan seolah-olah bisa mengurus agar kasus tersangka tidak dilanjutkan.
“Ya ini anggota yang berusaha mencegah, merintangi, baik langsung maupun tidak langsung proses penyidikan yang dilakukan oleh tim gabungan dengan cara menyuruh membuang HP, berpindah-pindah tempat yang pada intinya menghindari pengejaran pihak kepolisian,” ungkap Hengki, Kamis (20/7).
Selain Aipda M, seorang oknum petugas Imigrasi ditangkap terkait kasus ini. AH ditetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang.
Oknum Polisi Aipda M terancam sanksi etik
Selain Pidana, Aipda M Terancam Sanksi Etik Kasus Penjualan Ginjal
Anggota Polri berinisial Aipda M yang terlibat dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) modus penjualan ginjal di Bekasi diperiksa oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya.
Aipda M tak hanya terkena sanksi pidana tetapi juga bisa diberikan sanksi kode etik Polri.
“Tentu langkah-langkah pidana disertai dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Propam nantinya,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko di Jakarta, Jumat (21/7).
Trunoyudo belum menerangkan sanksi etik apa yang mungkin akan diterima oleh Aipda M buntut dari keterlibatannya di kasus pidana tersebut.
Wisnu Andiko mengatakan keputusan mengenai sanksi harus melalui pemeriksaan Propam dan juga sidang kode etik terlebih dahulu.
“Itu melalui mekanisme, saya tidak bisa mendahului. Karena itu ada mekanisme proses sidang, tentu melalui mekanisme proses sidang dulu,” ucap Wisnu Andiko.
Anggota Polri Aipda M dikenakan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 221 ayat (1) ke 1 KUHP.
Peran oknum petugas imigrasi
Dimana oknum Imigrasi AH menyalahgunakan kekuasaan memudahkan para pendonor untuk berangkat ke Kamboja yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang.
Dalam penyelidikan, AH juga diketahui menerima sejumlah uang sebesar Rp 3,2 juta sampai Rp 3,5 juta dari pendonor yang diberangkatkan dari Bekasi.
“Oknum imigrasi atas nama AH ini dikenakan pada Pasal 2 dan Pasal 4 juncto Pasal 8 UU Nomor 21 Tahun 2007, yaitu setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang jadi ancaman ditambah sepertiga dari pasal pokok,” jelas Hengki.
Dalam penyelidikan, AH juga diketahui menerima sejumlah uang.
Pegawai Imigrasi itu dikenakan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO. Sementara 10 tersangka lainnya dijerat Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dan atau Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO.