“RCL mengaku mendapatkan obat tersebut dengan cara mengimpor dari Cina,” ungkap Direktur.
Penyidik kemudian melakukan pengembangan hingga akhirnya menangkap MS dan P di wilayah Banten. Kedua tersangka telah menjual Poppers sejak tahun 2022 dengan menggunakan media sosial Twitter dan aplikasi media sosial dengan nama ‘Hornet’ khusus komunitas LGBTQ.
“Akibat perbuatannya, tiga tersangka peredaran Poppers disangkakan Pasal 435 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kesehatan dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun,” jelas Brigjen. Pol. Mukti Juharsa.
Sejak itu pelaku mulai beralih dengan mengedarkannya lewat penawaran di whatsapp. Mereka menawarkannya kepada pelanggan lama. Untuk peredaran obat perangsang di Bekasi utara, pelaku tercatat sudah mengedarkannya sejak 2017. Sementara untuk kasus peredaran di Banten, diedarkan sejak 2022.
Kedua kasus tersebut diedarkan oleh orang yang berbeda. Namun sama-sama diambil dari Cina. Obat tersebut digunakan dengan cara dihirup yang kemudian menimbulkan efek tertentu. (tim)