Sayyid Muhammad bin Ali Khirrid menceritakan kisah Imam al-Qasthalani yang dalam hidupnya juga berbanding lurus dengan kisah laki-laki di atas. Ia juga salah satu ulama yang sejarahnya juga hidup dalam keadaan fakir dan miskin. Sandang pangan sangat sulit baginya disebabkan tidak adanya penghasilan sedikit pun dalam kesehariannya.
Demikian Imam al-Qasthalani dalam setiap harinya, hingga umurnya yang sudah mendekati senja masih saja dalam hidup yang serba kekurangan. Akan tetapi, suatu saat ia bermimpi didatangi oleh Rasulullah mimpinya.
Tanpa basa-basi, al-Qasthalani langsung menceritakan hidupnya yang sangat melarat kepada nabi pemberi syafaat itu. Rasulullah kemudian mengatakan kepadanya untuk membaca shalat berikut:
اللهم صَلÙÙ‘ عَلَى Ù…ÙØَمَّد٠وَهَبْ لَنَا Ù…Ùنْ رÙزْقÙÙƒÙŽ الْØَلَال٠الطَّيÙّب٠الْمÙبَارَك٠مَا تَصÙوْن٠بÙÙ‡Ù ÙˆÙجÙوْهَنَا عَن٠التَّعَرّÙض٠اÙÙ„ÙŽÙ‰ Ø£ÙŽØَد٠مÙنْ خَلْقÙÙƒÙŽ
Artinya, “Ya Allah limpahkanlah kesejahteraan kepada Nabi Muhammad, dan berilah kepada kami dari rezeki-Mu yang halal, baik, diberkahi, yang dengan rezeki itu bisa menjaga wajah-wajah kami dari bergantung kepada seorang dari makhluk-Mu.â€
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa dalam ajaran Islam juga diajarkan tentang cara menjadi orang-orang yang terhindar dari fakir miskin (kaya).
Islam tidak pernah menutup mata dan membiarkan pemeluknya hidup dalam keadaan melarat. Hanya saja, tolok ukurnya memiliki beberapa cara; ada yang dengan bekerja dan berusaha, dan ada juga yang bekerja disertai dengan zikir-zikir untuk meningkatkan spiritual kepada pemberi rezeki, yaitu Allah.
Cara yang terakhir ini harus kembali ditumbuhkan dalam diri setiap muslim, bahwa rezeki tidak selalu tentang usaha dan bekerja. Ada juga yang oleh Allah diberikan dengan cara membaca amalan-amalan tertentu dan bacaan khusus sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah kepada laki-laki dan Imam al-Qasthalani di atas. (NU Online)