Menurut penulis ada dua alasan kenapa PDIP menolak.
Pertama, sebagai partai pemenang Pemilu dan bisa memajukan Capres tanpa berkoalisi secara kalkulasi politik, tidak mungkin PDI Perjuangan hanya diberikan “jatah” kursi Calon Wakil Presiden (Cawapres) dalam koalisi.
Kedua, sejak awal garis dan ideologi PDIP jelas sangat bertolak belakang dengan figur Anies Baswedan. “Dendam” politik itu muncul saat jagoan Calon Gubernur dari PDIP dikalahkan Anies dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Saat itu PDIP mengusung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Sehingga akhir-akhir ini muncul isu Anies dipersepsikan sebagai pemimpin dari kelompok yang berseberangan dengan PDIP.
Sehingga tawaran Partai Nasdem untuk memadukan antara Anies berpasangan dengan Puan sebagai sebuah hal yang mustahil. Bagaimana massa akar rumput partai besutan Megawati Soekarnoputri ini akan menerima pasangan tersebut?
Tapi menurut penulis tawaran ini adalah bagian dari bahasa politik dari Partai Nasdem untuk menolak Puan. Menurut penulis, Partai Nasdem masih konsisten mengusung tiga jagoannya yakni Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Jenderal Andika Perkasa.
Artinya silaturahmi politik yang digerakkan Puan Maharani dengan menemui Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh hampir sepanjang 2.5 jam belum mampu mengetuk hati Surya Paloh untuk menganulir tiga calon jagoan Capres yang telah diputuskan dalam Kongres Partai.
Endingnya dari pertemuan ini, meski Puan menyebut banyak kesamaan garis dan ideologi antara PDIP dan NasDem, namun keduanya belum memutuskan berkoalisi. Hal sama yang juga terjadi saat Agus Harimurty Yudhoyono Ketum Demokrat dan petinggi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bersafari politik dan menjajaki kerjasama dengan Partai Nasdem. Jawabannya sama belum memutuskan untuk berkoalisi. Terima kasih (***)
