Secara sederhana, dampak fenomena El Nino adalah memicu terjadinya kekeringan di wilayah Indonesia.
Pengamatan fenomena El Nino
Fenomena El Nino diamati dengan menganalisis data-data atmosfer dan kelautan yang terekam melalui weather buoy, yaitu alat perekam data atmosfer dan lautan yang bekerja secara otomatis dan ditempatkan di samudera.
Di Samudera Pasifik, setidaknya terpasang lebih dari 50 buoy yang dipasang oleh lembaga penelitian atmosfer dan kelautan Amerika sejak tahun 1980-an.
Melalui alat ini, data suhu permukaan laut dapat tercatat sehingga kemunculan El Nino dapat dipantau.
Tidak terjadi secara tiba-tiba
Fenomena El Nino bukanlah peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba. Proses perubahan suhu permukaan laut yang biasanya dingin menjadi hangat membutuhkan waktu berminggu – minggu hingg berbulan-bulan.
Oleh sebab itu, pengamatan suhu permukaan laut bisa bermanfaat untuk memprediksi terjadinya fenomena El Nino.
Catatan bencana kemarau tahun sebelumnya
Pada musim kemarau ini di jawa, Bali dan Nusa Tenggara terjadi defisit air sekitar 20 milyar meter kubik. Saat ini, kekeringan telah melanda 16 provinsi meliputi 102 kabupaten/kota dan 721 kecamatan di Indonesia hingga akhir Juli 2015. Lahan pertanian seluas 111 ribu hektar juga mengalami kekeringan.
Pengaruh EL-Nino berupa berkurang curah hujan di beberapa wilayah Indonesia sangat sulit untuk diredam karena fenomena ini adalah fenomena global.
Berbagai upaya telah, sedang, dan akan terus dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan menerapkan teknologi tepat guna dan upaya-upaya konvensional lainnya seperti dropping air bersih, pembuatan sumur, pembuatan embung, dan lain-lain.
Upaya-upaya mikro tersebut efektif pada skala tertentu tapi masih dirasa perlu untuk dilakukan penerapan teknologi skala besar guna menambah pasokan air.
Salah satu cara penanggulangan bencana kekeringan
Berdasarkan pada pengalaman, pada tanggal 10 Agustus 2015, bertempat di Kementerian Pertanian digelar Rapat Koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk membahas rencana aksi untuk menanggulangi bencana kekeringan.
Dalam rapat yang dihadiri langsung oleh Menteri Pertanian, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Perdagangan, Menteri Koordinator Bidang maritim, Kapolri, Panglima TNI, Kepala BPS, Kepala BMKG, Kepala BNPB, dan Kepala UPT Hujan Buatan BPPT diputuskan bahwa salah satu aksi yang dilakukan penanggulangan bencana kekeringan melalui upaya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau yang lebih dikenal dengan istilah hujan buatan.