Daerah terdampak La Nina dan El Nino di Langit Indonesia
Dwikorita mengungkapkan penurunan curah hujan mulai terjadi beberapa wilayah, seperti Sumatera bagian tengah, Kalimantan bagian tengah, dan sebagian Papua.
“Perlu dicermati yang berwarna coklat-coklat (curah hujan rendah) mulai muncul di bulan Februari di Riau, Sumut, dan Jambi. Ini merupakan indikasi bahwa curah hujan bulanan menurun artinya rendah. Itu bisa dianggap sebagai kemarau,” tutur Dwikorita.
“Juga terjadi di Sulawesi dan di Papua. Perlu diwaspadai terjadi karhutla,” lanjut Dwikorita.
Bulan berikutnya, BMKG mengungkap daerah lain yang mulai terdampak adalah Riau, Pulau Madura, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara.
“Juni-Juli semakin merona oranye-coklat, artinya curah hujan semakin rendah dan semakin luas,” jelas Dwikorita, “Ini makin meluas seluruh Indonesia.”
Suhu udara Bumi semakin panas menurut pakar
Profesor risiko iklim dan geofisikal di University College, London, Inggris, Bill McGuire
memperingatkan fenomena El Nino ini akan membuat suhu Bumi semakin panas berdampak pada pangan — biaya hidup.
“Tahun 2023 berpeluang menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat,” cetusnya, dikutip dari Wired.
Menurutnya, batas kenaikan suhu rata-rata global yang masih dianggap aman adalah 1,5°C.
Pada 2021, angka kenaikan suhu dibandingkan dengan rata-rata 1850-1900 adalah 1,2°C.
Pada 2019 atau sebelum perkembangan La Niña saja, kenaikan suhu mencapai 1,36°C
“Saat panas meningkat lagi di 2023, sangat mungkin kita akan menyentuh atau bahkan melebihi 1,5°C untuk pertama kalinya,” cetus McGuire. Apa efeknya? Ia mengungkap prediksi mengerikan.
“Suhu yang lebih tinggi akan berarti kekeringan parah akan terus terjadi, memangkas hasil panen di banyak bagian dunia.”
“Akibat kekurangan pangan di sebagian besar negara, kerusuhan sipil bisa terdorong, sementara kenaikan harga di negara maju akan terus memicu inflasi dan krisis biaya hidup,” tandas McGuire.
Puncak Kemarau melanda 34 provinsi di Indonesia pada Mei – Oktober 2023.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Jarot Widyoko menyampaikan, indikasi kekeringan itu dapat dilihat dari cuaca, dimana tingkat intensitas hujan yang berada di bawah 100 mm per bulan.
“Sudah kami ringkas, di bulan Maret ada 4 provinsi dimana intensitas hujannya di bawah 100 mm. Ini sudah masuk kekeringan,” kata Jarot dalam konferensi pers di JCC Senayan, Jakarta, pada Rabu, 15 Februari 2022 kemarin.
Jarot mengatakan, jumlah itu akan terus bertambah jadi 8 provinsi pada April, 19 provinsi di Mei, 21 provinsi di Juni, dan 29 provinsi pada Juli. “Agustus itu musim yang paling kering nanti,” ungkapnya.