Oleh : Imam Hidayat
Penulis Adalah Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Peradi
Akhir Agustus 2020, Badan Legislasi DPR RI memutuskan untuk segera membentuk Panitia Kerja RUU Kejaksaan. Kabar tersebut memicu keingintahuan publik Pasal Undang-Undang Kejaksaan tentang apa saja yang diajukan/direncanakan untuk diubah dalam RUU Perubahan UU Kejaksaan.
Rupanya ketegangan meningkat akhir-akhir ini karena dalam berbagai media informasi disebutkan bahwa RUU dimaksud bersifat kontroversial.
Kontroversi tersebut didasari atas adanya penambahan atau perluasan pengertian Jaksa serta perluasan tugas dan wewenang kejaksaan.
Jaksa dalam RUU a quo didefinisikan “bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikanâ€. Lebih detail dalam BAB II tentang Tugas dan Wewenang Bagian Kesatu Umum Pasal 30 ayat (1) huruf e, disebutkan bahwa dalam bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melengkapi berkas perkara tertentu dengan melakukan penyidikan lanjutan.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, kewenangan atas penyidikan dalam KUHAP dilakukan oleh Pejabat Polri atau PPNS, dan dalam KUHAP-pun Jaksa tidak diartikan memiliki kewenangan penyidikan.
Namun meskipun begitu, Jaksa diberikan kewenangan penyidikan misalnya dalam perkara tindak pidana korupsi yang bekerja sama dengan kepolisian dan KPK yang tercantum dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan juga didukung dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan kacamata penegakan hukum dalam kerangka Integrated Criminal Justice System (ICJS), perluasan kewenangan Jaksa bisa berarti menjadi langkah positif, mengingat kewenangan Polri yang begitu luas sebelumnya yang dapat berdampak timbulnya abuse of power.
Hal itu ditunjukkan seringkali dengan tindakan Polri dalam melakukan tindakan dan upaya paksa yang berlebihan.
Padahal mayoritas dari perkara yang dilaksanakan tindakan dan upaya paksa yang berlebihan tidak selalu berujung kepada kesempurnaan berkas perkara penyidikan yang menyebabkan Jaksa selalu tidak dapat menuntaskan proses penuntutan dengan segera.
Maka dari itu, dengan adanya perluasan kewenangan Jaksa yaitu salah satunya penyidikan lanjutan dapat memangkas proses penyelesaian perkara yang cenderung lama.
Seperti yang kita saling ketahui bahwa di dalam Hukum Acara Pidana dikenal asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan yang tercantum dalam Penjelasan Umum Bagian 3 huruf e KUHAP. Korban dan juga tersangka diberikan perlindungan hukum agar proses perkara yang dihadapinya tidak berbelit-belit.