Penjaga Adat Marapu

Pertautan antara kecerdasan lokal yang bersifat rasional, material dan faktual yang terekspresi dalam local genius dengan kekuatan spirtual yang abstrak, irrasional dan immaterial yang tercermin dalam local wisdom inilah yang menjadi konstruksi sosial-budaya masyarakat adat Marapu, sebagaimana layaknya masyarakat adat lainnya di Nusantara.

Catatan Anjangsana Pancasila Bpip Ke Ntt Bali #1 4
Catatan Anjangsana Pancasila Bpip Ke Ntt Bali #1 4

Sebagai masyarakat adat yang menggunakan tradisi dan cerita tutur dalam mentranfsformasikan nilai dan ajaran, masyarakat Marapu menghadapi tantangan modernitas, khususnya yang terkait dengan dengan persoalan birokrasi kenegaraan. Karena tidak bisa membaca dan menulis sebagaiamana standar masyarakat modern, maka masyarakat Marapu dianggap sebagai komunutas yang terbelakang, buta huruf dan tidak berbudaya, meskipun sebenarnya mereka memiliki kebudayaan, seperti terlihat dalam konstruksi adat dan tradisi yang kokoh. Akibatnya mereka dipandang secara pejoratif dan mengalami marginalisasi karena dianggap tidak bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan zaman.

Ada kisah menarik namun tragis yang kisahkan oleh Mama Rato terkait dengan persoalan birokrasi negara. Suatu saat anaknya pulang sekolah sambil menangis karena diusir oleh gurunya. Dia ditolak masuk sekolah karena dianggap tidak mememenuhi persyaratan administratif, yaitu akte kelahiran. Saat mengurus akta kelahiran, sang orang tua harus menunjukkan akta nikah resmi yang diakui negara.

Karena masyarakat Marapu menikah secara adat, maka mereka tidak memiliki akta nikah yang diakui negara, akibatnya sang anak tidak bisa urus akta kelahiran dan ditolak masuk sekolah. Atas kejadian ini, mama Rato datang ke sekolah dan mengancam guru yang telah mengeluarkan anak yang mau sekolah, sehingga terjadi keributan yang memancing pejabat terkait untuk turun tangan. Akhirnya terjadi proses dialog dan muncul kebijakan yang memperbolehkan anak-anak bisa sekolah tanpa dituntut persyaratan dokumen.

“Kalau mereka mau bikin kita pinter sesuai dengan tata cara mereka, dengan mengajari kami membaca dan menulis kami bisa menerima, tapi ketika mereka mau mengubah tatanan kami, menolak dan tidak mengakui adat kami maka kami tidak bisa terima” demikian tutur mama Ratu dengan suara lantang dan tegas. Kami bisa memahami kemarahan mama Ratu atas penolakan status anak yang menikah secara adat, karena itu sama saja negara mengabaikan norma, nilai dan adat masyarakat Marapu.

Bagaimanapun, perkawinan adat masyarakat Marapu adalah bentuk sah hubungan lelaki perempuan dalam ikatan suami istri. Dengan demikian anak yang dilahirkan juga sah secara adat karena sesuai dengan norma, etika dan nilai yang ada. Jika anak yang lahir dari perkawinan sah secara adat ini dianggap tidak sah oleh negara berarti negara telah memberangus dan menolak nilai-nilai dan norma adat tersebut

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: